Minyak Dunia Kembali Melemah, Menunggu Ekspektasi Pemulihan Ekonomi

pelemahan harga minyak dibatasi oleh ekspektasi pemulihan ekonomi yang kuat, yang akan meningkatkan permintaan.

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – Harga minyak dunia kembali turun akibat aksi profit taking para investor di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika. Dilansir dari CNBC, Jumat (14/1/2022) minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), patokan Amerika Serikat, ditutup turun 52 sen, atau 0,6 persen menjadi USD82,12 per barel, setelah melambung 5,6 persen selama dua hari terakhir.

Namun pelemahan harga minyak dibatasi oleh ekspektasi pemulihan ekonomi yang kuat, yang akan meningkatkan permintaan. Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, melemah 20 sen, atau 0,2 persen menjadi USD84,47 per barel. Brent melonjak 4,7 persen selama Selasa dan Rabu.

“Federal Reserve mungkin perlu menaikkan suku empat kali pada tahun ini jika inflasi tidak membaik dengan cukup cepat,” kata Presiden Federal Reserve Chicago, Charles Evans. Dia menambahkan bahwa karena inflasi tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama, The Fed harus mengambil tindakan lebih cepat dari ekspektasi.

“Data inflasi harga produsen Amerika juga meningkat seperti bulan lalu dan dapat memberi tekanan pada The Fed untuk mengendalikan ekonomi, berpotensi menjadi hambatan pada harga minyak mentah dan mendukung dolar,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management, New York. Harga minyak biasanya bergerak terbalik terhadap dolar AS, dengan greenback yang lebih kuat membuat komoditas lebih mahal bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.

Dia mengatakan kenaikan klaim pengangguran awal dapat melemahkan permintaan bensin. Beberapa investor melihat lebih dalam data dari Badan Informasi Energi (EIA) Amerika, Rabu. Kendati persediaan minyak mentah turun lebih dari ekspektasi, laporan itu juga menunjukkan permintaan bahan bakar terpukul lonjakan kasus Omicron. Stok bensin meningkat 8 juta barel dalam sepekan hingga 7 Januari, dibandingkan ekspektasi analis untuk kenaikan 2,4 juta barel.

Exit mobile version