PAYAKUMBUH,KLIKPOSITIF- Dalam dunia permusikan ada satu istilah yang disebut Eargasm. Ini adalah kondisi di mana seorang pendengar musik mengalami rasa bahagia yang meluap-luap, suatu yang mungkin nyaris mendekati ekstase spiritual. Saat mengalami Eargasm, orang merasa terangkat ke dimensi yang berbeda, ke suatu tempat yang mungkin ia cari selama ini.
Itulah yang saya rasakan saat pertamakali mendengar lantunan Nazham-nazham Sufi. Iramanya membuat tenang dan rileks, yang di bagian tertentu diiringi ketukan rebana yang ritmis. Syairnya dilantunkan dalam bahasa bahasa Minang, lebih banyak berisi kiasan-kiasan.
“Dalam buluah ado buluah
Dalam tubuah ado tubuah…”
Barangkali itu juga yang dirasakan puluhan pengunjung malam kedua Payakumbuh Poetry Festival (PPF) 20200, Selasa (5/12/2022), di Agamjua Cafe, Payakumbuh, Sumatera Barat.
***
Malam itu, untuk pertamakalinya, Nazham-nazham Sufi ditampilkan di depan umum sebagai pertunjukan oleh Kelompok Nazham Insan Kamil—suatu kelompok musik dari Mungo Kab. Limapuluh kota yang didirikan khusus untuk mempertunjukan Nazham-nazham sufi.
“Biasanya nazham-nazham seperti itu dibacakan di surau-surau. Misalnya, saat ada wirid. Dan itu sifatnya informal,” jelas Buya Apria Putra Kelompok Nazham Insan Kamil dari Mungo Kab. 50 Kota saat diwawancara (5/12/2022).
“Nazham-nazham itu bersifat sufistik, dekat dengan tasawuf. Isinya soal bagaimana, melalui thariqat, seseorang akan belajar mengasah spiritual dalam rangka mencapai tingkatan yang disebut insan yang paripurna; yang betul-betul ma’rifat/ mengenal Tuhan,” lanjutnya.
“Dan tujuan itu bisa dicapai dengan menggunakan sastra.”
Menurutnya, sastra bisa mengungkapkan besarnya cinta dan rindu pada Allah dengan segala kebesarannya, karena bahasa sehar-hari tak cukup untuk itu.
Jumlahnya sangat banyak dan beragam,” lanjut ulama muda yang juga seorang filolog itu. Beberapa Nazham, saking sakralnya, hanya bisa dibacakan di lingkungan tertentu saja.
Masih menurut Buya Apria, Nazham-nazham Sufi disinyalir berkembang seiring dengan berkembangnya thariqat-thariqat di Minangkabau jauh sebelum abad ke-20. Ia merupakan salah satu media dakwah yang sangat populer pada masa-masa itu.
Sebelumnya di wilayah yang kini disebut Minangkabau, sudah berkembang tradisi-tradisi lisan serupa Nazham. “Namun Nazham memberi esensi, memberi warna pada sastra-sastra lisan kita,” jelas Buya Apria lebih jauh.
Sifatnya sangat fleksibel. Nazham yang sama bisa dibacakan atau didendangkan dalam dialek minang yang berbeda-beda sesuai tempatnya. Ini membuat Nazham Sufi mudah diterima. Pengarangnya kebanyakan tidak dikenal lagi. Namun Buya Apria melihat bahwa, jika dirunut ke belakang, sebagian Nazham memiliki pertalian dengan ulama-ulama besar awal aba ke-20.
Selain Nazham Sufi, di masa lalu juga ada jenis-jenis Nazham lainnya, misalnya yang berisi soal pendidikan untuk anak. Nazham sendiri pada dasarnya adalah bentuk atau gaya tulisan. Gaya Nazham ini pernah sangat populer di masa lalu. Ia bisa dipakai untuk mengungkapkan banyak hal, bahkan sebagai media untuk berpolemik: Nazham dibalas Nazham.
Namun hanya Nazham Sufi yang masih bertahan.
***
Kini Kelompok Nazham Insan Kamil ingin mengenalkan lebih jauh Sastra sufi ke khalayak ramai. Pada malam kedua PPF 2022 itu, mereka baru menampilkan dua Nazham Sufi, yaitu Nazham Tarekat dan Nazham Insan. Ini masih sedikit sekali dari luasnya khazanah Nazham Sufi, misalnya yang termaktub dalam kitab Aqidah Limapuluh, yang populer di surau-surau thariqat, terutama di 50 Kota.
“Kami juga membuat Nazham sendiri. Sudah ada beberapa kumpulan Nazham yang telah selesai,” kata Buya Apria saat ditanya apakah kelompok musiknya hanya memainkan Nazham yang telah ada atau juga membuat Nazham sendiri.
“Isinya tidak mengenai yang berkaitan dengan Tuhan saja, kita juga membuat Nazham berisi kritik sosial, misalnya soal pemaknaan yang keliru atas bendera tauhid.”
Ia berharap budayawan dan akademisi mulai tertarik untuk mengkaji Sastra Sufi di Minangkabau. Karena, sampai saat ini, masih menurut Buya Apria, produksi pengetahuan tentangnya masih sangat terbatas.
Tampilnya Sastra Sufi di PPF 2022 merupakan upaya untuk mengeksplorasi lebih jauh sastra tradisional Minangkabau. S Metron Masdison, Direktur PPF 2022, mengatakan, dalam festival tahun ini, PPF memang berusaha menampilkan bentuk-bentuk lain puisi, seperti puisi tradisi. Di samping kuat unsur puitiknya, Sastra Sufi adalah puisi yang tumbuh dan berkembang dari bawah.
Lebih jauh ia mengatakan Sastra Sufi adalah bagian integral dari sejarah perkembangan sastra khususnya di Sumatera Barat. “Bicara sejarah sastra di Sumatera Barat, tak akan lengkap tanpa bicara sejarah Sastra Sufi beserta segala kaitannya dengan dimensi sosial yang lebih luas,” pungkasnya.