PADANG, KLIKPOSITIF – Ketika terjadi bencana, pemerintah biasanya melakukan masa Tanggap Darurat Bencana. Nah, peran Tim Jitu Pasna (Pengkajian Kebutuhan Pascabencana) mulai dilakukan di dalam masa tersebut hingga Rehab-Rekon.
Agar tugas ini dapat dilakukan oleh petugas terdekat dengan tempat terjadinya bencana, BPBD Sumbar melaksanakan Bimbingan Teknis pada perangkat nagari, desa, KSB dan unsur media.
“Karena masa tanggap darurat waktunya sangat terbatas, maka dibutuhkan perhitungan cepat. Pelaksanaan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) ini tidak boleh salah, sebab akan berdampak hukum pada akhirnya. Jadi, membutuhkan pengetahuan terhadap aturan yang berlaku saat itu, dan teknis-teknis pengumpulan data, dokumen yang disyaratkan, perhitungan dampak, serta membuat dokumen pelaporannya,” ungkap R Hutomo dari Pusdiklat PB-BNPB saat memulai materi tentang Pemulihan Pascabencana dalam Kerangka Manajemen Penanggulangan Bencana, di Hotel Imelda Padang, dalam kegiatan Bimtek Hitung Cepat Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) Angkatan III-2021.
Jitu Pasna dimulai dengan persiapan tim, kemudian pengumpulan data, analisis data, dan pelaporan. Pengumpulan data tersebut menyasar pada 5 Sektor yakni; permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi produktif, dan lintas sektoral (pemerintahan, perbankan, pendidikan, dll).
Di sektor permukiman, jitu pasna melihat kondisi perumahan, dan prasarana lingkungan permukiman. Pada sektor infrastruktur kondisi transportasi darat, laut, dan udara, kondisi energi, pos dan telekomunikasi, kondisi air dan sanitasi, irigasi, kondisi pantai dan sungai.
Di sektor sosial meliputi kondisi sarana kesehatan, pendidikan, keagamaan, budaya dan bangunan bersejarah, dan lembaga sosial lainnya. Sektor ekonomi produktif yang perlu diperhatikan seperti kondisi pasar, objek wisata, kondisi pertanian dan peternakan. Sedangkan pada Lintas Sektor akan dilihat kondisi pemerintahan, perbankan, dan ketertiban keamanan.
Tim hitung cepat Jitu Pasna membutuhkan asumsi-asumsi terhadap detail-detail dampak. Asumsi nilai kerugian pada setiap kabupaten kota bisa ditanyakan ke Dinas PUPR Provinsi. Contoh perhitungan pada data kejadian bencana yang terjadi, misalnya; bencana banjir selama 10 hari, jumlah pengungsi 900 jiwa, rumah rusak berat 75 unit, rumah rusak sedang 150 unit, harga satuan bangunan gedung Rp2 juta/meter.
Seperti tingkat kerusakan, yang ditentukan dari hasil pengamatan foto dokumentasi dan survei lapangan secara sampling. Kategori rusak berat sebesar 80 persen, dan rusak sedang 50 persen. Dari luas bangunan rumah diasumsikan rata-rata sebesar 45 meter persegi. Isi rumah diasumsikan mengalami rusak berat jika terendam banjir sebesar 10 persen, dari nilai rumah, biaya hidup pengungsian diasumsikan Rp100 ribu per orang per hari. Masyarakat di pengungsian diasumsikan selama 14 hari. Biaya pembersihan rumah diasumsikan dilakukan oleh dua orang selama dua hari dengan biaya Rp100 ribu per orang.
Lima sektor yang dikaji kebutuhannya tersebut, diinput dalam 5 Komponen yaitu; Komponen Kerusakan, Kerugian, Kehilangan Akses, Gangguan Fungsi, dan Peningkatan Risiko.
“Input yang diharapkan dari Jitu Pasna antara lain, pengkajian dan penilaian awal akibat bencana, analisis dampak bencana, perkiraan kebutuhan pascabencana, dan rekomendasi awal terhadap strategi pemulihan,” ujar R Hutomo.
Ia melanjutkan, pada masa rehabilitasi, aktivitas yang dilakukan Pemerintah antara lain, perbaikan lingkungan, prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, dan pelayanan kesehatan.
“Nah, input atau dokumen Jitu Pasna inilah salah satu yang menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam melaksanakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan pembangunan kembali sektor-sektor yang terdampak bencana,” ujarnya. (*)