Menangkal ‘Toxic Relationship’ dengan Komunikasi Hati

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – “Bu, ternyata saya menjalani toxic relationship”, tutur mahasiswa saya di sela waktu istirahat. Curhatan ini menimbulkan keinginan saya untuk menulis tentang toxic relationship (hubungan tidak sehat), ternyata fenomena ini menjamur sekali bahkan di kalangan mahasiswa saya.

Istilah ‘toxic relationship’ sangat sering kita dengar, bahkan tanpa disadari kejahatan-kejahatan sosial salah satunya disebabkan oleh toxic relationship. Bahkan, ketidakmampuan seseorang dalam mengelola hubungan bisa mengakibatkan hilangnya nyawa seperti peristiwa yang baru-baru ini terjadi, pembunuhan terhadap seorang istri yang dilakukan oleh suaminya sendiri. Sedasyat itu memang dampaknya.

‘Toxic Relationship’ sebagai sebuah hubungan yang tidak sehat memang berdampak pada terjadinya konflik internal. Hubungan yang seperti ini rentan sekali membuat penderitanya menjadi tidak produktif, terjadinya gangguan secara mental, hingga dapat memicu terjadinya sebuah ledakan emosional yang berujung pada terjadinya tindak kekerasan (Julianto et al., 2020).

Lepas dari toxic relationship ternyata juga tidak gampang, “bahkan saya selesai sidang kemarin saja setengah dari diri saya masih berharap dia datang atau minimal ngucapin selamat, bu” mengutip lanjutan curhat dari mahasiswa saya.

Memang terjadi pergejolakan pada diri sendiri ketika kita ingin meninggalkan dan ternyata tidak gampang untuk melupakan. Tentunya ini menarik lagi untuk dibahas, bagaimana menangkal toxic relationship dengan memantapkan komunikasi hati.

Manusia tak ada yang sempurna, komunikasi dibutuhkan untuk mengelola interaksi antar manusia dan mencapai tujuan komunikasi yaitu adanya kesamaan persepsi antara komunikator dan komunikan.

Manusia yang memiliki keterampilan komunikasi efektif umumnya akan lebih sukses dalam menjalani kehidupannya baik di level intrapersonal, interpersonal maupun sosial. Mengelola komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri) adalah salah satu kunci untuk menangkal toxic relationship, dimana seseorang yang baik berkomunikasi dengan dirinya sendiri (intrapersonal) kemungkinan akan memiliki kontrol diri (self control) yang sangat baik.

Ketika seseorang sudah pada posisi “matang” berkomunikasi secara internal dengan diri sendiri ini akan membantu menghasilkan komunikasi eksternal yang lebih terkendali dan tertata. Hubungan ini menghasilkan energi positif, apabila komunikasi internal yang dilakukan positif maka akan memancarkan energi positif pula ke komunikasi eksternal.

Ada hal lain yang harus dikuasai oleh manusia dalam menangkal toxic relationship yaitu salah satunya dengan memahami komunikasi hati. Kemampuan ini ternyata tidak semua orang memilikinya, masih banyak orang tidak menyadari bahwa ada yang harus dimantapkan sebelum kita menjalin hubungan dengan orang lain.

Komunikasi hati merupakan suatu proses olah pikir dan olah rasa menghasilkan perasaan yang mendasari setiap sikap dan tindakan manusia. Oleh karenanya, hati dapat didefinisikan sebagai jiwa manusia yang dapat menimbulkan perasaan senang, sedih, damai, bersalah, dan perasaan-perasaan lainnya.

Hal ini tentunya turut berkaitan dengan berbagai pikiran, tindakan, dan perkataan yang diolah oleh hati (Lestari, 2022).

Konsep di atas menunjukkan bahwa perilaku manusia sejatinya berasal dari sikap dan perasaan yang sesuai dengan hati Nurani. Peran hati Nurani erat kaitannya dengan kebaikan, yang membuat manusia sadar tentang sikap-sikap kemanusiaan yang positif. Ketika manusia mempraktekkan komunikasi hati yang ramah makan akan menyadarkan manusia untuk lebih memahami sikap positif terhadap sesama.

Komunikasi hati juga telah dideskripsikan oleh Nyonyorino (2014) dalam bukunya, Komunikasi Hati, menekankan pada tiga (3) tahapan yaitu kenali hati, desain hati, dan berbagi hati. Selain itu, Nyonyorino menambahkan satu penyempurnaan komunikasi yaitu luruskan hati. Komunikasi hati sangat erat kaitannya dengan pribadi seseorang. Hati nurani berkembang sesuai kepribadian yang dimiliki.

Komunikasi hati menjadi proses bagaimana pengirim pesan memiliki hati nurani yang nyaman. Ketika manusia berbicara dengan hati nurani, artinya kita berbicara hati ke hati secara jujur, ikhlas dan penuh kasih sayang.

Melalui komunikasi hati juga, manusia dapat mengutarakan perasaan dengan tulus, ikhlas, jujur, mengelola masalah dan rasa gelisah yang dirasakan.

Selanjutnya perlu adanya sikap positif yang harus dilakukan untuk menangkal toxic relationship, seperti bagaimana menghormati dan menghargai orang lain, tidak memaksakan apa yang dinginkan, menerima secara sadar dan ikhlas setiap perbedaan dalam kehidupan, mengutamakan perdamaian ketika terjadi konflik.

Ketika seseorang berpikir positif, maka akan terbangun komunikasi yang asertif, selalu sabar menghadapi situasi apapun, bersikap ramah dan peduli hingga memiliki rasa percara diri.

Sebaliknya, ketika seseorang memiliki sikap negative, yang terlihat adalah hal yang tidak menyenangkan. Toxic relationship bisa ditangkal, tergantung kemampuan kita dalam menata komunikasi hati.

Exit mobile version