Membiarkan Menhir Bicara: Menyigi Persiapan Festival Maek

MAEK,KLIKPOSITIF – Siang menjelang sore itu kompleks situs Menhir Bawah Parit, Nagari Maek, 50 Kota, tampak berbeda. Sekumpulan anak muda Nagari Maek asik berlatih menari, mereka bergerak lincah di antara menhir-menhir hasil kreasi para local genius di masa lampau yang jauh. Mereka punya satu tujuan: memainkan seni pertunjukan dengan situs Menhir Bawah Parit sebagai panggungnya.

“Bukan sekedar properti, bukan sekedar panggung, lewat gerak, lewat tubuh, kita ingin menhir-menhir ini ‘hidup’,” jelas koreografer Indonesia Jefriandi Usman saat diwawancara di sela-sela latihan (9/5).

“Karya yang kami siapkan ini juga bukan karya tari umumnya dengan panggung konvensional” lanjutnya. “Ini adalah upaya eksplorasi ruang yang spesifik, dalam hal ini situs menhir.”

Jefri kemudian menjelaskan bahwa lewat karya yang sedang dirancangnya bersama anak nagari Maek ia ingin menawarkan imajinasi baru soal menhir dan masa lalu Maek pada para pengunjung nantinya. Ia melihat sejarah menhir yang masih berselimut kabut itu, sebagai sumber imaji kreatif yang akan direspon oleh karya bersama itu.

Latihan menari di situs Menhir Bawah Parit itu merupakan bagian dari Workshop Kekaryaan Festival Maek yang berlangsung dari 8 hingga 10 Mei 2024. Dalam workshop yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat ini 20 anak nagari Maek berlatih bersama fasilitator untuk menghasilkan karya kolaboratif.

Jefri tidak sendiri. Bersamanya juga ada koreografer Jerman, Bianca Sere Pulungan.

Serupa dengan Jefri, Bianca juga menawarkan gerak tari yang tidak konvensional. Ia berupaya melepaskan anak-anak dari estetika tari mainstream. “Saya mengajak mereka untuk mengeksplorasi gerak tubuh yang lebih bebas,” terangnya.

Ekplorasi itu, lanjutnya, berangkat dari hubungan tubuh anak-anak dengan anak lainnya, serta hubungan anak-anak dengan sejarah dan situasi budaya Maek hari ini.

“Karya ini bisa dikatakan semacam translasi dari hubungan-hubungan tersebut”, ujarnya penuh semangat.

Ia kemudian menjelaskan bahwa karya kolaborasi ini melahirkan semacam ‘instalasi bergerak’, dengan situs menhir sebagai panggungnya, berdasarkan upaya eksplorasinya atas hasil interpretasinya terhadap sejarah dan kebudayaan Maek.

Negeri Tua Penuh Potensi

Pandu datang membawa rebab darek-nya ke situs Menhir Bawah Parit siang itu. Ia duduk lalu mulai memainkan rebab dengan dua senar berbahan kayu cempedak itu. Nabila di sampingnya, berdendang mengiringi permainan rebab Pandu.

Mereka adalah anak-anak muda yang belajar seni tradisi secara otodidak. Tak ada guru yang mengajarkan. Namun mereka bisa barabab dengan baik.

Setelah sedikit pemanasan, mereka mulai berdiskusi dengan fasilitator workshop lainnya, komposer bertalenta Sendi Orysal.

Mereka tengah menyiapkan karya kolaborasi yang berangkat dari warih nan bajawek (sejarah lisan) mengenai sejarah terkait menhir dan asal-usul orang Maek.

Sendi bilang, selain eksotisme alam Maek, kisah-kisah lokal atau cerita rakyat tentang menhir lokal sangat juga bisa direspon lewat musik.

“Misteri sejarah maek, negeri yang tua ini, dengan kisah-kisahnya, sangat menarik untuk direspon lewat musik” kata komponis yang baru-baru ini menampilkan karyanya dalam ajang G-20.

Semua ditambah dengan talenta musik yang dimiliki anak-anak muda seperti Pandu dan Nabila.

Workshop Ditutup, Kerja Berlanjut

Setelah workshop, para fasilitator akan terus berhubungan dengan anak nagari Maek via aplikasi online. Mereka akan menyempurnakan karyanya terus menerus hingga acara puncak Festival Maek pada 17-20 Juli 2024 mendatang.

“Tujuh hari sebelum acara puncak, kami akan kembali ke Maek, melakukan finalisasi karya,” kata Jefri. Ia juga mengungkapkan harapan lahirnya seniman-seniman handal di Nagari Maek.

Sementara itu, anak nagari Maek yang terlibat dalam kolaborasi musik bersama Sendri, juga mulai bekerja menghimpun kisah-kisah soal menhir dan asal-usul orang Maek dari para tetua adat. Kisah-kisah itu kemudian ditransformasikan menjadi dendang.

Sendri sendiri mengatakan akan memperdalam risetnya soal musikalitas rabab di Minangkabau, mencari kemungkinan bentuk baru yang berbeda dengan varian-varian rabab yang telah ada untuk diterapkan dalam karya kolaboratifnya dengan anak muda Maek.

Ia berharap mampu menghasilkan semacam eksperimen ‘Rabab Maek’, yang tidak hanya beda dengan varian rabab lainnya secara musikal, namun juga dipadukan dengan unsur-unsur musik lainnya.

Workshop kemudian ditutup dengan penyerahan buku Menjernihkan Hulu, Meneroka Peradaban oleh Nurdayanti PLT Kabid Warisan Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat kepada Wali Nagari Maek Efrizal Hendri Dt Parpatiah.

Buku tersebut merupakan hasil Focus Group Discussion (FGD) bersama anak muda, Bundo Kanduang, Pemangku Adat, dan pemangku kepentingan Maek, yang dilangsungkan pada Juli 2023 lalu, sebagai bagian dari persiapan dari Festival Maek.

Sepanjang bulan Mei ini, juga diadakan program residensi di Maek. Residensi ini diikuti oleh sastrawan Iyut Fitra dan Yudilfan Habib serta perupa Satria Putra serta perupa kelahiran Maek Widi Adrianto.

Mereka akan berada di Maek dari 11-30 Mei ini, untuk membuat merespon menhir dan budaya Maek umumnya lewat bidang kekaryaan masing-masing. Hasil residensi berupa karya sastra dan sketsa, akan diluncurkan dan dipamerkan pada acara puncak Festival Maek.

Program residensi ini, kata Kurator festival S Metron Masdison, “merupakan pengayaan pengetahuan Maek melalui sastra dan sketsa”.

Exit mobile version