Maulid Nabi Bukan Sekedar Perayanan yang Bersifat Seremonial, Harus Ada Keseimbangan antara Dzikir dan Pikir

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

.

. (Net)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – Peringatan Maulid Nabi 12 Rabi'ul Awwal 1443 Hijriah bertepatan 19 Oktober 2021, dalam konteks kekinian merupakan memomentum penguatan spritual di tengah kemiskinan keteladanan. Rasulullah SAW merupakan spirit keteladanan.

Keteladanan disebut harus sejalan antara teori maupun praktik.

Sekjen MUI, Buya Amirsyah Tambunan mengatakan, dalam QS As Saff ayat 2-3, Allah SWT menegaskan membenci orang yang pandai berbicara atau berteori, namun tidak memberi aksi dalam bentuk amal.

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Buya Amirsyah Tambunan menambahkan, agar spririt keteladanan bisa berjalan dengan baik, maka keimanan harus sejalan dengan amal saleh. Artinya, aktivitas spiritual Islam tidak semata berorientasi pada diri sendiri, tapi membawa dampak transformasi perbaikan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam sejarahnya, Nabi SAW pernah mengingatkan seorang sahabat yang hanya menekankan spritual berzikir dan berdoa (itikaf) di dalam masjid, sementara keluarga dan masyarakatnya tidak diperhatikan. Artinya, harus ada keseimbangan antara dzikir dan pikir, seperti yang tertulis dalam QS Ali Imran ayat 190-191.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Spiritual keteladanan Nabi Muhammad dalam sejarah kemanusiaan semesta telah diaktualisasikan dalam berbagai dimensi kehidupan. Rasulullah SAW, menurut Buya Amirsyah, merupakan sosok pemimpin yang tiada bandingnya dengan tokoh di permukaan bumi. Cerminan akhlak yang mulia patut menjadi teladan segenap umat manusia di alam semesta.

Qudwah hasanah Beliau diakui bukan sebatas di kalangan dunia Islam, melainkan juga seluruh penjuru dunia. Pada hakikatnya Maulid Nabi bukan sekedar perayanan yang bersifat serimonial, akan tetapi harus mampu memperkuat kembali sosok dan perilaku (akhlak) beliau yang mulia itu. Peringatan Maulid Nabi dapat disebut sebagai ibadah aktual (ghairu-mahdhah) yang baik dan positif (bid'ah hasanah).

Menyikapi kondisi pandemi Covid-19 saat ini, di berbagai belahan dunia banyak yang kehilangan keteladanan dalam mengatasi berbagai krisis. Mulai dari krisis kepercayaan hingga dekadensi moral, semua aspek telah membuat manusia kehilangan pijakan.

Maka, penting menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dalam berbagai aktivitas keagamaan, terutama dalam penguatan spritual, agar tidak terjebak pada bentuk keteladanan simbolis yang sering tidak sejalan dengan misi kerasulan Muhammad SAW.

Muhammad Rasulullah SAW mempunyai visi kerasulan, mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin). Visi tersebut sangat relevan dengan misi Nabi membawa risalah, menjadi contoh yang baik (akhlaq al karimah) bagi semua makhluk di muka bumi.

Misi tersebut dikatakan tidak sekadar ranah teori, melainkan telah ditransformasikan dalam semangat keteladanan, utamanya dalam berbagai dimensi kehidupan yang dijalani Nabi Muhammad SAW.

Exit mobile version