Matakain Kultural Ekspo, Masyarakat Agam Merayakan Sulaman, Merayakan Perempuan

AGAM,KLIKPOSITIF – Hujan yang turun deras sejak Sabtu siang di akhir Agustus tidak menggoyahkan semangat masyarakat di sekitar kaki Gunung Marapi, Agam untuk berkumpul di lapangan Ambuang Baro Nagari Balai Gurah. Ratusan hingga seribuan orang tumpah ruah dari sore hingga malam hari di lapangan yang menjadi gelanggang budaya tempat acara Matakain Kultural Ekspo digelar untuk yang pertamakalinya pada Sabtu, 31 Agustus 2024.

Fandi Pratama, Ketua Panitia Acara Matakain Kultural Ekspo mengatakan acara ini merupakan sebuah perayaan bersama untuk melihat kembali sulaman yang ada di Nagari Balai Gurah. Acara ini dilaksanakan oleh Komunitas Seni Sarueh, yang merupakan wadah kreatif anak-anak muda di Nagari Balai Gurah itu sendiri. Fandi menjelaskan bahwa Matakain Kultural Ekspo ini memang diniatkan untuk mengekspos sulaman sebagai bentuk kekayaan budaya yang penting untuk dijaga.

“Acara malam ini sebenarnya merupakan puncak acara dari berbagai program yang telah kami jalankan sejak awal tahun. Kegiatan ini kami mulai dengan melakukan riset tentang sulaman. Lalu diturunkan menjadi sejumlah workshop, diskusi dan upaya untuk mewariskan pengetahuan sulaman kepada generasi muda melalui sarasehan atau bincang dengan penyulam yang telah berpengalaman. Apa yang kita lihat hari ini merupakan gabuangan dari kegiatan yang telah berjalan dari akhir tahun lalu,” ujar Fandi.

Fandi mengatakan Matakain Kultural Ekspo ini menjadi wadah untuk menampilkan ragam dan keunikan sulaman di Nagari Balai Gurah. Hal ini diwujudkan dengan adanya Pameran Visual Sulaman yang bisa disaksikan di lokasi acara. Ada juga stand atau booth yang menampilkan kekayaan kain tradisi Minangkabau yang berasal dari berbagai daerah. Kemudian juga digelar peragaan busana berbasis sulaman yang ditampilkan oleh model dari dua generasi berbeda.

“Pada acara ini sesungguhnya kita berupaya untuk merayakan perempuan dengan segala keterampilannya menjaga warisan budaya kita. Salah satunya Sulaman itu. Masyarakat kami minta untuk menjadi model atau peragawati. Seni pertunjukkan yang ditampilkan malam ini juga dimainkan oleh seniman perempuan, kain-kain songket, beragam sulaman juga lahir dari tangan perempuan kita. Para model itu meski bukan profesional tapi mereka antusias menjajal pengalaman baru. Bisa dibilang bahwa Matakain Kultural Ekspo ini memang untuk merayakan perempuan Minangkabau, khususnya di Balai Gurah ini,” ujar Ketua Komunitas Sarueh itu.

Fandi mengungkapkan jika acara ini mendapat dukungan penuh dari program Dana Indonesia dari pemerintah. Kegiatan ini sejak proses awalnya mulai dari proses persiapan hingga acara puncak ini telah dimulai sejak Desember tahun lalu. Dukungan penuh tersebut, kata Fandi, memungkinkan Komunitas untuk mengelola festival secara lebih baik dan bisa meningkatkan kualitas festival tersebut.

“Sebelumnya kami biasa juga menggelar festival. Namun biasanya dilaksanakan dengan modal tenaga dan kemauan keras saja. Dukungan masyarakatlah yang membuat kami bisa menggelar festival secara mandiri. Dengan dukungan program pemerintah ini, kami bisa lebih bebas mengeksplorasi bentuk dan format festival agar lebih bisa melibatkan sekaligus juga dinikmati masyarakat.

Meldawati salah satu penyulam yang ikut terlibat dalam peragaan busana dari sulaman mengaku senang bisa ikut berpartisipasi dalam sebagai model dalam acara ini. Ini pengalaman pertama baginya berjalan di atas pentas dan disaksikan orang ramai mengenakan baju sulaman peninggalan orang tuanya.

“Ada rasa takut juga berjalan di atas panggung itu, karena saya tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi juga ada rasa bangga, bahwa kami bisa menampilkan sulaman kami sendiri dan disaksikan oleh masyarakat di sini. Bagi kami ini menambah keyakinan kami bahwa sulaman ini memang bisa menyelamatkan hidup kami di saat-saat kesulitan,” ujarnya.

Abu Sofyan yang mengunjungi pameran foto sulaman mengaku terkejut bahwa ada festival seni sebesar ini bisa digelar di tengah kampung. Ia mengaku cukup terkejut, karena mengira ini merupakan acara orgen tunggal seperti yang biasa digalar anak-anak muda pada malam minggu. Namun ternyata dia menyaksiakan ada pameran foto , pertunjukan seni, dan jajanan tradisional yang sudah jarang sekali ditemui.

“Saya pikir ini acara orgen, eh ternyata ada ratusan pemaian Gandang Tambua. Saya belum pernah menonton acara semeriah ini digelar di kampung kami ini sebelumnya. Kalau bisa ini digelar setiap tahun akan lebih baik lagi,” ujarnya.

  • *
    👉Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.

Exit mobile version