Masjid Asasi, Tonggak Sejarah Islam di Padang Panjang

PADANG PANJANG, KLIKPOSITIF – Masjid Asasi yang terletak di Kelurahan Sigando, Kecamatan Padang Panjang Timur menjadi masjid tertua dan pertama di Nagari Gunuang bahkan Kota Padang Panjang.

Dahulunya masjid ini bernama Surau Gadang yang dibangun menjadi masjid oleh orang “Ampek Koto”, yaitu dari Nagari Gunuang, Paninjauan, Jaho dan Tambangan. Berdiri pada 1685 dan kemudian dihibahkan menjadi Masjid Asasi pada tahun 1702.

Penduduk dari empat nagari ini, dahulunya setiap Jumat berkumpul di Masjid Asasi. Seiring dengan perkembangan zaman, di empat nagari ini kemudian sudah dibangun masjid di masing-masing nagari.

Dengan demikian Nagari Gunuang sudah memiliki empat masjid. Selain Asasi, di antaranya ada Masjid Taqwa Ngalau, Masjid Nurul Huda Ganting, Masjid Nurul Iman Ekor Lubuk. Keempat masjid ini masih di bawah pengawasan Tuanku Ampek Jurai.

Tuanku Ampek Jurai ini jika di tempat lain bisa disebut dengan majelis ulama dari masjid ini. Yang terdiri dari imam, khatib di setiap masjid di Nagari Gunuang.

“Bangunan Masjid Asasi ini ditopang oleh sembilan buah tiang, dengan satu tiang tonggak macu (tiang sokoguru) dan delapan tiang lainnya mengelilingi tonggak macu. Tiang-tiang ini seluruhnya masih asli sejak dibuat. Kemudian pahatan-pahatan bekas dari surau saat ini masih ada tersisa,” ujar tokoh sepuh Masjid Asasi, Azhar Nur, Sabtu (24/8/2024).

Dilansir dari laman Facebook Kominfo Padang Panjang, Masjid Asasi ini ukirannya terdiri dari tiga aliran yang berbeda, yaitu Hindu, Cina dan Minangkabau. Namun yang terlihat saat ini sudah dirombak.

“Pertama ukiran yang berwarna kemerahan, pada tahun 1925 dirombak dengan ukiran yang dibuat Pakiah Tailan, orang Nagari Paninjauan. Kemudian dipercayai yang masih asli, ukiran yang dua tingkat dari tanah liat, bukan dari cat biasa,” ceritanya.

Semula, Masjid Asasi ini beratapkan ijuk. Sebelum 1900 diganti menjadi seng berundak-undak sebanyak tiga tingkat. Berbentuk limas, permukaan atas dibuat cekung. Cocok untuk daerah beriklim tropis karena dapat lebih cepat mengalirkan air hujan.

“Masjid ini ada sedikit perubahan. Dahulunya memiliki menara yang digunakan untuk azan memberitahu waktu salat. Menggunakan seng plat dibuat seperti cerobong dikarenakan belum ada pengeras suara,” tambah Imam Masjid Asasi, Aswir Rasyidin Datuak Panjang.

Disebutkan, sekitar tahun 1670-an hingga 1700-an salah seorang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan di Nagari Gunuang, yaitu Syekh Sultan Ishak atau Tuanku Daulat mulai mengembangkan ajaran Islam.

Tahun 1700-an ini sebagai perkiraan tahun meninggalnya Syekh Sultan Ishak dan makamnya dinamakan Pusaro Gadang.

“Pusaro Gadang ini sampai sekarang masih dikunjungi peziarah dari kalangan umat islam dari berbagai nagari di Minangkabau, terutama di bulan Maulid dan bulan Haji,” katanya.

Pendirian Masjid Asasi ini tidak terlepas dari sumber mata air utama di Sigando. Karena pembangunan sebuah perkampungan menurut tradisi, didahului dengan adanya sebuah sumber air.

Sumber mata air tersebut dinamakan “Bulaan”.
Secara fisik berbentuk kolam dengan ukuran 8 x 10 m dengan keunikan yaitu mata airnya ditutup dengan kayu jati, yang saat ini sudah memfosil.

Exit mobile version