Lemahnya Pengawasan OJK Sebabkan Menjamurnya Pinjol Ilegal, Komisi XI DPR: Apa Harus Presiden yang Turun Tangan?

Ancaman dengan segala macam menakut-nakuti. Bahkan itu yang legal

.

. (Net)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – Anggota Komisi XI DPR RI Vera Febyanthy menilai salah satu faktor penyebab menjamurnya kasus pinjaman online (pinjol) ilegal adalah lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena itu, Vera meminta OJK perlu melindungi konsumen dan menjaga nama baik industri keuangan non-bank.

“OJK harus mampu menunjukkan kepada publik sebagai lembaga terpercaya,” jelas Vera dalam keterangan tertulis yang dilansir dari laman Parlementaria, Jumat (3/12/2021).

Diketahui, terdapat sejumlah permasalahan yang kini marak terjadi dalam penyelenggaraan fintech peer-to-peer lending atau fintech (financial technology). Adapun yang sering membuat kerugian di masyarakat adalah fintech pinjol ilegal.

“Pinjol ilegal itu yang tidak ada aturan main, seperti suku bunga dasar kredit,” jelas Vera. Meskipun demikian, Vera menjelaskan pinjol yang legal juga sering memberikan penawaran kepada calon konsumen dengan fasilitas cash back yang besar. Tetapi, ketika konsumen atau masyarakat peminjam dana tersebut telat melakukan pembayaran, maka dilakukan ancaman.

“Ancaman dengan segala macam menakut-nakuti. Bahkan itu yang legal,” tegas Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini. Faktor pendorong maraknya pinjol ilegal, dilihat dari sisi pelaku pinjol ilegal biasanya mereka memberikan kemudahan mengunggah aplikasi atau situs. Kemudian, sulit diberantas karena lokasi peladen (server) banyak ditempatkan di luar negeri.

Sementara di sisi masyarakat yang menjadi korban, di mana tingkat literasinya masih rendah, membuat mereka tidak melakukan pengecekan legalitas. Sehingga, mengakibatkan masyarakat terbatas pemahamannya terhadap pinjol. “Faktor lainnya, yaitu adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat VII ini.

Dalam jangka panjang, Vera menilai adanya kemudahan masyarakat dalam mengakses keuangan melalui pinjol ini akan menimbulkan budaya konsumtif. Seharusnya, tegas Vera, pinjol yang legal tidak perlu banyak dan aturan pengawasan akan transaksi keuangannya harus juga optimal. Salah satunya, adalah pengawasan melalui pembentukan badan siber yang mampu mendeteksi aktivitas pinjol ilegal ini.

“Dulu sudah kita ingatkan, tetapi OJK tidak bersikap. Diam saja, tidak ada gebrakan. Sekarang karena kasusnya sudah sampai pada presiden yang menyampaikan, masa harus presiden yang harus turun tangan kan? artinya kepolisian yang turun tangan. Pak Jokowi yang bilang berantas itu pinjol-pinjol,” tutup Vera.

Melihat kembali awal mula OJK didirikan, lembaga ini memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Berdasarkan fungsi dan tugasnya, hadirnya OJK menjadi salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk menghadirkan lembaga yang mampu memonitoring sistem keuangan Indonesia, baik dari segi pengaturan dan pengawasan di sektor bank maupun lembaga keuangan non-bank. Selain itu, tujuannya dibentuk OJK mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Diketahui, beberapa hari lalu seorang pria berinisial H nyaris kehilangan nyawa setelah melakukan percobaan bunuh diri dari lantai 4 ruko apartemen di Kembangan, Jakarta Barat. Upaya bunuh diri tersebut dilakukan karena terlilit utang sebesar Rp90 juta dari pinjol. Pinjaman uang dari pinjol tersebut selama ini digunakan H untuk mendapatkan uang secara instan agar dapat ikut judi daring. Namun, selama ini ia tidak pernah memenangkan judi tersebut, sehingga menjadi frustasi.

Exit mobile version