Kisah Perjuangan Hidup Anak Pariaman yang Berjualan Kue Talam

Barangkali seumuran remaja merupakan fase di mana seseorang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain. Perihal itu tidak berlaku dalam kehidupan Muhammad Zaki.

Muhammad Zaki

Muhammad Zaki (Ist)

Hayati Motor Padang

PARIAMAN, KLIKPOSITIF– Barangkali seumuran remaja merupakan fase di mana seseorang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain. Perihal itu tidak berlaku dalam kehidupan Muhammad Zaki.

Muhammad Zaki adalah salah satu pelajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pariaman. Umurnya 14 tahun. Baru kelas 2 SMP dan tinggal pada kawasan Marabau, Kota Pariaman.

Jika ke Pariaman, cukup mudah menemukannya. Zaki panggilannya, ia sering terlihat menyusuri jalan sembari menjunjung dulang di kepala. Dulang itu berisi Kue Talam.

“Yo, Kue Talam. Kue Talam…,” begitu terdengar suara Zaki menjajakan Kue Talam, Rabu 1 Desember 2021.

Siang itu terik matahari tampak berkilau pada dulang yang dijunjungnya. Bayang-bayang dulang meneduhi bagian wajahnya namun tubuhnya tetap terpapar sinar matahari.

Tubuh legam itu berhenti di sebuah perempatan yang agak berteduh. Di sana KLIKPOSITIF bercakap dengan Zaki.

“Bali Kue Talam pak,” ujar Zaki.

Kue Talam yang di jual Zaki harganya cukup murah, seribu rupiah sepotong.

“Satu ribu satu potong. Beli sepuluh bisa gratis satu,” katanya.

Dalam dulang tersebut tampak puluhan potong Kue Talam dengan ukuran lebar sekira telapak tangan anak anak.

“Semua jumlah Kue Talam ini 67 potong. Kalau laku terjual semuanya saya dapat uang 30 ribu rupiah,” ungkap Zaki.

Zaki membeberkan bahwa kue yang dijualnya itu tidak dibikin sendiri. Ia hanya sebagai penjual.

“Kue ini tetangga yang buat. Saya hanya menjualkan. Dari hasil jual itu saya dapat upah. Tiga puluh ribu satu Talam,” jelasnya.

Dikatakannya juga, uang yang ia dapat dari hasil penjualan itu ditabungkan untuk biaya sekolah dan kebutuhan lainnya.

“Saya bekerja begini karena ayah tidak orang kaya. Ayah kerja apa saja (serabut) asal bisa dapat uang,” ucap Zaki yang memiliki satu orang adik itu.

Diketahui dari Zaki, sekarang ia hanya tinggal bersama ayah dan satu orang adik yang masih sekolah di bangku SD. Sementara ibunya telah pergi, tidak bersama ayahnya.

Zaki tidak menjelaskan apakah ayah dan ibunya berpisah, atau alasan lainnya.

“Semenjak kelas dua SD ibu tidak bersama ayah lagi dan juga tidak bersama kami. Sekarang kami bertiga saja di rumah,” tutur remaja itu.

Semenjak ibunya pergi itu pula, kata Zaki, iya berjualan Kue Talam. Saat masih duduk di bangku SD, saban hari ia berjualan kue tentunya sepulang sekolah.

“Kalau sekarang tidak bisa setiap hari lagi, karena jam sekolah telah banyak. Saya jualnya kalau ada sift sekolah. Kalau jadwal sift sekolah atau libur saya jualan tapi kalau masuk sekolah saya tidak jualan,” jelasnya.

Hingga saat ini, Zaki masih bisa melanjutkan sekolahnya dengan biaya yang ia dapat dari jualan kue serta hasil jerih payah ayahnya.

Dia berharap dapat melanjutkan sekolahnya hingga menempuh perguruan tinggi. Meskipun cita citanya tinggi, Zaki mengakui masih kurang rajin belajar lantaran waktunya banyak tersita untuk bekerja.

“Tidak dapat ranking, cuma ranking dua puluhan dari 30 siswa,” akuinya.

Ia tampak penuh semangat saat menjawab pertanyaan. Semangat itu senada dengan keinginannya untuk melanjutkan perjuangan.

“Saya ingin sekali tamat sekolah dan bisa bekerja. Kalau kerja bisa dapat uang untuk bantu ayah. Biar ayah tidak capek. Biar adik bisa banyak belanja,” sebut Zaki.

Usai percakapan tersebut, Zaki pamit untuk meneruskan perjalanan. Lagian, Kue Talam miliknya masih bersisa 55 potong yang artinya upah untuk Zaki belum keluar.

Dengan posisi jongkok ia pegang dua sisi dulang tersebut dan dengan hentakan satu nafas, dulang itu diangkatnya ke kepala. Lalu ia berlalu menyusuri trotoar Kota Tabuik itu.

Dari belakang, diameter dulang yang selebar kancah itu menciptakan bayang bayang yang menutupi bayangan kepalanya. Di kejauhan ia seperti manusia berkepala dulang.

Exit mobile version