Jelang Natal dan Tahun Baru, Inflasi Berpotensi Menguat

Perayaan Natal dan Tahun Baru, serta liburan akhir tahun menjadi momen peningkatan konsumsi sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi

ilustrasi

ilustrasi (net)

Hayati Motor Padang

KLIKPOSITIF – Tingkat inflasi berpotensi menguat secara bertahap hingga mencapai 1,8% (yoy) pada tahun 2021.Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengungkapkan kenaikan inflasi ini bisa terjadi jika melihat perkembangan Oktober dan seiring pulihnya mobilitas masyarakat setelah pelonggaran kebijakan PPKM.

“Seiring dengan peningkatan mobilitas, pemerintah mengantisipasi terjadinya ledakan mobilitas yang dapat berisiko penularan wabah Covid-19 dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan memperketat syarat perjalanan antardaerah,” ujar Kepala BKF dilansir dari situs resmi, Rabu, 3 November 2021.

Febrio menyampaikan perayaan Natal dan Tahun Baru, serta liburan akhir tahun menjadi momen peningkatan konsumsi sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi. Tercatat, laju inflasi Oktober sebesar 1,66% (yoy), meningkat dari angka September 1,60% (yoy). Kenaikan ini dipengaruhi naiknya inflasi administered price seiring mobilitas masyarakat yang meningkat di tengah masih tumbuh terbatasnya inflasi inti dan melambatnya inflasi volatile food.

Secara bulan ke bulan, terjadi inflasi sebesar 0,12% (mtm) sehingga kumulatif mencapai 0,93% (ytd). Secara spasial, 68 kota mengalami inflasi dan 22 kota mengalami deflasi. Inflasi inti mulai meningkat meski masih terbatas, yaitu mencapai kisaran 1,33% (yoy) (September: 1,30%). Dia mengatakan kebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap mendorong peningkatan mobilitas masyarakat, baik di dalam daerah maupun antardaerah. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum.

Beberapa kelompok pengeluaran mengalami tren kenaikan inflasi, seperti pada kebutuhan sandang, jasa perumahan, perlengkapan rumah tangga, dan transportasi. Di sisi lain, juga terdapat perlambatan terbatas pada kesehatan, pendidikan, dan penyediaan makanan dan minuman atau restoran. Inflasi volatile food mengalami penurunan, mencapai 3,16% (yoy), turun dari angka September 3,51% (yoy) dipengaruhi penurunan harga pangan, seperti telur ayam ras dan sayur-sayuran. Turunnya harga telur disebabkan oleh pasokan telur secara nasional masih surplus karena penyerapan yang belum maksimal akibat berbagai pembatasan kegiatan. Harga sayuran pun menurun karena melimpahnya stok akibat faktor panen.

Di sisi lain, peningkatan harga terjadi juga pada komoditas cabai merah, daging ayam ras, serta minyak goreng. Harga minyak goreng meningkat tajam akibat harga Crude Palm Oil (CPO) global yang masih dalam tren meningkat.

Sementara, inflasi administered price (AP) melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,47% (yoy), naik dari September 0,99% (yoy). Naiknya inflasi komponen ini didorong oleh dampak peningkatan tarif angkutan udara seiring mobilitas masyarakat antardaerah yang mulai meningkat. Selain itu, komponen AP dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga rokok kretek filter dan bensin nonsubsidi (Pertamax Turbo dan Dex) meskipun relatif kecil.

“Dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah tetap konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan menjaga daya beli masyarakat,” ujar Febrio.

Exit mobile version