PADANG, KLIKPOSITIF – Dari pantauan laman Sipongi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam empat tahun terakhir sudah ada lebih 7.588 hektare (ha) lahan di Sumbar terbakar.
Sipongi merupakan salah satu rujukan Dinas Kehutanan Sumatera Barat untuk memantau kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Hasil rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan periode 2016-2019 di provinsi itu, grafiknya fluktuatif. Pada 2016 ada 2.629,82 ha lahan dan hutan yang terbakar di Sumbar.
Kemudian menurun pada 2016 menjadi 2.227,43 ha, selanjutnya pada 2018 perlahan-lahan kembali meningkat 2.421,90 ha. Namun luasannya makin mengecil pada 2019 menjadi 309,00 ha. Begitu juga pada 2014 dengan luasan yang tersebar ialah 120,50 ha, akan tetapi tiba-tiba saja meningkat pada 2015 sebanyak 3.940,14 ha.
Jika melihat jumlah titik panas di seluruh wilayah Indonesia, Sipongi mencatat sepanjang tahun 2019 sudah lebih dari 328.722,00 ha lahan dan hutan terbakar. Jumlah titik panas di Indonesia dipantau dengan menggunakan satelit Terra/Aqua (Lapan) memiliki tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
Sedangkan, lima daerah yang mengalami kebakaran terluas di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur dengan luas lahan 108.368,00 ha, disusul Riau dengan luas 49.266,00 ha, selanjutnya peringkat ketiga ditempati Kalimantan Tengah dengan luas 44.769,00 ha, setelah itu bertengger Kalimantan Barat dengan luas 25.900,00 ha dan disusul Kalimantan Selatan dengan luas 19.490,00 ha.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi menuturkan, pihaknya melakukan pemantaun titik api dengan menggunakan Sipongi. Itu merupakan sebuah aplikasi pendeteksi dini kebakaran hutan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dinas Kehutanan Sumbar.
“Kami tetap mengimbau masyarakat mewaspadai titik api kebakaran hutan dan lahan. Terutama di kawasan yang selama ini rentan kebakaran,” kata mantan Kepala Dinas Kehutanan Pasaman iti.
Selain pendeteksi dini kebakaran, sambung Yozarwardi pihaknya juga memiliki Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Namanya brigade (pasukan pemadam api) dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Dengan begitu, jika terjadi kebakaran, unit tersebut langsung bergerak untuk melakukan pemahaman dan cepat memberi laporan.
“Mereka sangat membantu pemerintah jika tiba-tiba kebakaran terjadi,” beber Yozarwardi.
Terkait daerah rawan karhutla, Seksi Karhutla Dinas Kehutanan Sumbar, Dudi Badrudin membeberkan, berdasarkan pengalaman Dinas Kehutanan yang paling sering terjadi kebakaran yaitu, di Pesisir Selatan (Lunang Silaut dan Tapan), Pasaman Timur (Panti dan Raomapat Tunggal), Dharmasraya (Pimpeh), Limapuluh Kota (Kapur Sembilan).
“Kebetulan ini musim kemarau, harapan kita janganlah masyarakat membekar lahan dengan cara membakar. Karena dengan bakar yang kering meskipun sedikit saja otomatis api sudah merembet,” tukas Dudi.
Untuk diketahui, untuk mengendalikan Karhutla, tahun ini Dishut Sumbar memperbanyak peralatan pemadam kebakaran. Tak tanggung-tanggung Dishub menggelontorkan Rp1,9 miliar untuk membeli alat pemadam kebakaran. (*)