PADANG, KLIKPOSITIF — Praktek prostitusi di Kota Padang diduga mulai menyasar hotel berbintang. Kegiatan yang dilarang pemerintah melalui Perda nomor 5 tahun 2011 itu terungkap dari pengakuan wanita yang diduga Pekerja Seks Komersial (PSK).
Pengakuan tersebut diperoleh ketika seorang wanita yang diduga PSK berinisial OL (28) terjaring oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang beberapa waktu lalu.
Saat diperiksa petugas, OL mengaku bahwa dirinya kerap melayani tamunya di hotel-hotel berbintang yang tersebar di beberap kawasan di ibukota Provinsi Sumatera Barat tersebut.
“Saya biasa melayani tamu di hotel-hotel yang terletak di jalan Gereja dan Hayam Wuruk,” katanya. Ia mengaku, disana mereka bisa aman dari sergapan petugas penerga Perda itu.
Pernyataan dari OL tersebut kemudian diamini oleh Kepala Satpol PP Padang, Yadrison. Ia menyebut selama ini pihaknya tidak bisa melakukan razia di hotel berbintang karena adanya regulasi dari Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI).
“Kami pernah mengamankan PSK di tiga hotel berbintang selama saya menjabat, ada satu hal yang menjadi kendala kami dalam penindakan di hotel berbintang,” sebut dia.
Dengan adanya regulasi tersebut, Satpol PP hanya bisa melakukan razia di hotel kelas melati saja.
“Kami hanya bisa melakukan penindakan (di hotel berbintang) jika mendapatkan informasi yang jelas seperti kamar nomor berapanya dan tidak dalam bentuk razia,” papar dia.
PHRI Tidak Menutup Mata Terhadap Penindakan Prostitusi
Terkait kendala yang dihadapai Satpol PP untuk menindak praktek prostitusi, organisasi PHRI pun tidak ingin menutup mata.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua PHRI Sumatera Barat, Maulana Yusran. Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak melarang penindakan praktek prostitusi dilakukan di hotel berbintang.
Namun ia tidak membenarkan jika penindakan-serupa razia dilakukan hingga menganggu kenyamanan tamu hotel.
“Boleh melakukan penindakan, kalau sudah ada laporan, tapi jangan pula sampai menganggu kenyamanan tamu. Kalau bisa saat hal itu dilakukan tamu yang lain tidak tahu,” katanya.
Untuk penindakan pun, sebut dia, bisa dilakukan jika pihak penegak hukum dan perda mendapatkan laporan soal adanya praktek tersebut. Penindakan pun baru bisa dilakukan setelah berkoodinasi dengan pihak hotel terlebih dahulu.
“Ini menyangkut kesepakatan antara PHRI dengan Pemko Padang dan Kepolisian antara tahun 2005 dan 2006 lalu, atas aturan itu lah lahir aturan bahwa petugas Satpol PP tidak bisa merazia kamar tamu di hotel satu persatu,” ungkapnya.
Menurut dia, hotel bertanggung jawab atas kondusifitas suasana di hotel. Sebab hotel adalah bagian dari perwajahan pariwisata suatu daerah.
“Hotel adalah fasilitas, akomodasi dan menjadi image bagi daerah. Menjaga suasana kondusif pun penting bagi kami,” sebutnya.
Lantas terkait adanya praktek prostitusi di hotel berbintang seperti pengakuan OL, Maulana menegaskan pihaknya menentang hal tersebut. Hanya saja, tambah dia, pihak hotel tidak bisa bertindak terlalu jauh.
“Kami menentang tempat kami dijadikan sebagai lokasi prostitusi, tapi kami tidak bisa mengontrolnya terlalu jauh sebab dimanapun itu yang namanya penyakit masyarakat pasti terjadi,” papar Maulana.
Sejauh ini, pihaknya sudah menerapkan larangan-larangan bagi tamu yang ingin melakukan tindakan demikian.
Namun jika pemerintah ingin tindakan dan langkah yang lebih tegas, Maulana mengatakan harus ada kesepakatan yang menyeluruh lagi antara PHRI dengan stakeholder terkait.
“Kami siap membuka komunikasi dengan stakeholder terkait soal pembahasan praktek razia ini. Kami menolak tegas prostitusi di hotel, namun harus ada kejelasan bagaimana pola razia yang tidak menganggu kenyamanan tamu,” tukas dia kemudian.
[Halbert Chaniago]