BUKITTINGGI, KLIKPOSITIF – Komisi I DPR RI, M.Farhan menyoroti masih maraknya hoaks di media sosial.
Menurut Farhan, kebebasan dalam bermedia sosial yakni berpendapat dan berekspresi sering disalahgunakan.
Hal ini dikatakan Farhan dalam Webinar Kominfo RI bertajuk “Pentingnya RKHUP dalam Menangkap Darurat Bahaya Hoaks,” Selasa 22 November 2022.
Webinar ini juga diisi Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Ismail Cawidu dan Praktisi Pidana Peraturan Perundang-undangan, M Ilham Putuhena serta moderator Maya Karim.
Farhan mengatakan, media sosial sudah menjadi kebutuhan primer yang dimanfaatkan masyarakat sebagai alat ekspresi kebebasan, medium komunikasi dan media informasi.
“Media sosial memungkinkan kita berjejaring tanpa batas dengan banyak opsi berdasarkan profil pribadi atau kelompok. Yang paling dicari oleh pengguna media sosial adalah social approval (afirmasi) & relatable issues,” kata Farhan.
Hanya saja, media sosial juga seringkali digunakan untuk menyebarkan hoax, disinformasi, provokasi, ujaran kebencian, penipuan, hingga tindakan pelecehan seksual.
“Maka, penting bagi kita untuk menciptakan ekosistem digital sebagai platform yang sehat, aman, dan tidak menyalahi aturan hukum. Hal ini salah satunya diatur melalui KUHP,” jelasnya.
Menurutnya, penyebaran informasi hoaks ini sudah diatur KHUP dalam pasal 263 dengan ancaman hukuman mencapai 6 tahun.
Sementara, di Pasal 264 juga ada larangan agar setiap orakg tidak menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan atau mengakibatkan terjadinya kerusuhan di masyarakat dengan ancaman pidana 2 tahun.
“Selain KHUP, media sosial juga terikat oleh aturan lainnya seperti UU ITE, Anti Pornografi, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang di dalamnya juga turut mengatur kekerasan seksual dalam ruang digital, serta UU Pelindungan Data Pribadi (PDP),” kata dia.
Perlu diingat, sebut Farhan, kebebasan dalam bermedia sosial harus dibarengi dengan tanggung jawab, karena media sosial adalah ruang publik dengan hukum. Penting bagi masyarakat untuk memiliki kemampuan literasi digital, terlebih lagi Indonesia akan segera menyelenggarakan pesta demokrasi 2024.
Akademisi UIN Syarif Hidayatullah, Ismail Cawidu mengatakan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hoaks yaitu karena adanya factor kebencian, politik dan ekonomi, serta karena faktor kekuasaan yang akan menyebabkan kekacauan atau keresahan.
Dia mengungkap beberapa ciri umum dari informasi hoaks yakni tdak ada sumber berita untuk konfirmasi.
Kemudian judul berita bernada provokatif dan tidak dimuat di platform lain yang terkenal. Antara judul dan isi berita tidak konsisten. Mencatat nama orang terkenal. Memaksa agar diviralkan dengan ancaman atau janji.
Sementara, Praktisi Pidana Peraturan Perundang-undangan, Ilham Putuhena menjelaskan jika hoaks merupakan kejahatan yang dapat dikatakan sebagai kejahatan yang tidak disengaja.
“Terkadang orang yang masih belum mengerti akan kebenaran berita tersebut dapat menjadi pelaku penyebaran berita hoaks akibat termakan hasutan oleh pelaku atau si pembuat berita hoaks. Oleh karena itu diperlukan lierasi yang baik agar kita tidak menjadi bagian dari penyebab terjadinya penyebaran berita hoaks,” ungkapnya.
(*)