PADANG, KLIKPOSITIF – Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat (DLH Sumbar) merilis hasil kajian tim setelah mempelajari sampel akibat dari perubahan air danau Diateh, Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Namun dari hasil kajian tersebut belum mencapai suatu kepastian penyebab perubahan air danau.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Siti Aisyah menjelaskan, untuk mengetahui apakah air itu ada kandungan kimia, maka pengamatan visual saja belum dapat menjadi patokan, maka untuk itu diambil sampel air tersebut untuk dilakukan uji laboratorium.
“Setelah dilakukan uji laboratorium, pada tanggal 18 April kemarin, DLH telah menerima hasil laboratorium itu secara lengkap. Hasil itu meliputi lokasi inlet danau, outlet danau dan bak penampungan intake PDAM, dan data tersebut sudah dianalisa kemudian dibandingkan dengan data pengambilan sampel BWS V dan data series kualitas air danau Diateh sejak tahun 2014,” katanya.
Kemudian, hasil itu dibahas bersama dengan pakar danau Prof. Hafrijal Syandri dari Universiyas Bung Hatta dan Dr Jabang Nurdin dari Unand, LIPI, BWS V Sumatra, Bappeda Provinsi, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas PSDA dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Solok.
“Hasilnya menunjukkan beberapa parameter diatas ambang batas. Tetapi parameter yg sangat menonjol pada saat kejadian adalah Sulfida (H2S) yaitu 0,1375 mg/l dibandingkan 0,002 mg/l atau 6675 persen. Hasil ini turun dratis setelah 2 hari kemudian ketika setelah sampel air diambil oleh DLH menjadi 0,06 mg/l atau 2.900 persen. Parameter lain yang juga diatas ambang batas adalah COD, BOD dan Coliform tetapi angkanya tidak signifikan dibandingkan Sulfida,”ungkapnya.
Lanjut Siti Aisyah, bila dibandingkan data series sejak 2014, parameter sulfida sebelumnya dibawah ambang batas, tapi sejak tahun 2017 sulfida mulai diatas ambang batas yaitu 0,03 dan 0,02 mg/l.
“Kemudian jika dilihat dari pemanfaatan lahan di sekitarnya yang kebanyakan hortikultura, menurut Prof Hafrijal Syandri penggunaan pupuk kandang serta pupuk buatan, keberadaan senyawa Sulfida bukan berasal dari pertanian,” tuturnya.
Namun ungkap Siti Aisyah, kalau dilihat fonomena bahwa perubahan kualitas air danau yang berubah secara cepat dalam dua hari itu, maka hal tersebut dapat diindikasikan dua hal yakni, pertama, terjadi pergerakan bumi akibat dampak dari pusat gempa (Solok Selatan) yang terjadi beberapa waktu yang lalu, kedua cuaca atau curah hujan yg menyebabkan up willing (arus bawah).
“Untuk itu perlu didukung data tambahan yaitu frekuensi gempa dan curah hujan yang terjadi pada kisaran bulan Februari sampai Maret 2019. Jika itu dilihat pembentukan danau, maka danau Diateh dibentuk oleh dua peristiwa yaitu Tektonik dan Vulkanik,” terangnya.
Sambungnya saat ini LIPI juga sedang melakukan kajian, terkait warna kemerahan danau. warna kemerahan dapat disebabkan oleh adanya unsur besi ataupun Alga yang mati akibat tidak resisten dengan meningkatnya unsur sulfida atau unsur pencemar lain. Sedangkan, unsur besi sudah dapat dipastikan masih dibawah ambang batas sesuai Peraturan Gubernur Nomor 24 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Danau dan Telaga Provinsi Sumatra Barat.
Informasi lain yang didapat dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan bahwa di sekitar Danau Diatas terdapat pertambangan pasir (galian C) dan pengambilan tanah subur untuk di bawa ke Padang dan dijual ke kebun atau penjual bunga. Hal ini bisa saja penyebab terjadinya perubahan kualitas air danau karena leaching dari areal tambang ini pada saat hujan.
“Maka untuk keamanan tanaman dan juga air PDAM, Dinas Lingkungan Hidup menyatakan bahwa kandungan H2S ini cepat menguap sehingga tidak membahayakan untuk produk pertanian dan air minum. Beberapa parameter air itu biasa ditemukan diatas ambang batas karena faktor alam, namun sejauh Indeks Kualitas Airnya masih baik maka hal tersebut tidak mengapa.
Namun untuk parameter Sulfida yg sangat tinggi ini dan berubah cepat tentu perlu dicermati apakah disebabkan fonomena alam (gempa) atau faktor masuknya zat pencemar akibat ulah manusia,” tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Dinas Lingkungan Hidup akan mengumpulkan kembali data terkait gempa, curah hujan, kemudian akan melakukan survey lapangan kembali untuk menindaklanjuti informasi tentang keberadaan pertambangan galian tanah atau pasir dan pemanfaatan pestida serta akan mengkaji mengenai bentos/alga.
“Kita juga menghimbau agar masyarakat untuk tidak membuang limbah sayuran ke danau karena akan mencemari,” pungkasnya. (*)