Oleh: Khairul Jasmi
Seorang perempuan sedang membersihkan tangan-tangan tangga, yang sudah bersih. Selebihnya tak ada sesiapa. Dia orang ketiga yang dijumpai setelah seorang satpam di gerbang. Tanpa kacamata hitam. Orang kedua karyawan perusahaan yang memandu kami.
Inillah PT Semen Selatan atau Nanfang Cement, Jiangsu China, memproduksi 7 ribu ton semen/ hari. Tapi, real capacity sekitar 9.400 tpd (ton/day). Karyawannya hanya 110 orang dari bos sampai pelabuhan masuk ke pabrik terus ke tambang, berbalik ke kantor, bertemu tukang sapu. Semua 110 orang. Tak lebih.
Pabrik sepi, tak ada debu semen, rumput hijau. Aspal bersih. Makin sedikit orang, ternyata kian bersihlah pabrik.
Di labor bekerja seorang perempuan. Di ruang kontrol 3 orang.
Membangunnya 13 bulan dan sudah berproduksi selama 8 bulan, jadi praktis usianya 2 tahun. Dan kami menelusuri pabrik di bawah suhu 37 derajat. Panas sekali. Walau begitu Komisaris Semen Padang, Prof Werry Darta, Dirut Indrieffouny Indra, Kepala Departemen Komunikasi & Hukum Perusahaan, Iskandar Z Lubis, Boy Aditya Prakarsa, SVP of Project Management Office, Semen Indonesia, tak bisa dilerai lagi. Bapak-bapak itu melihat, bertanya, tercengang di pabrik baru itu. Juga memoto. Telapak kaki saya sudah sakit karena berjalan, namun mereka masih bersemangat. Benar-benarlah. Salut juga saya.
“Kita belajar pabrik smart,” kata Iskandar. Okelah. Maka saya ikuti jugalah. Sudah 7.000 langkah. Mencicit peluh dibuatnya. Dulu di sini pabrik semen juga lalu diratakan dengan tanah, dibangun ulang. Smart memang. Yang smart inilah yang tiap sebentar saya foto.
Dan sekarang ke tambang batu kapur. Sama saja dengan di Indarung. Bedanya mungkin karena panas atau memang sudah SOP jalan di tambang disiram dengan damkar. Truk lalu lalang dan kami saksikan teknologi baru, dipakai di sini. Apa itu? Baru pokoknya.
Saya dengar batubara pabrik semen ini didatangkan dari Kalimantan. Semennya dijual di dekat-dekat sini saja. Habis.
Yang tak habis adalah sup ikan satu ember di rumah makan.
Begitulah sebelum ke pabrik ini, kami sampai di sebuah kota. Kota itu, Xiying diguyur sinar matahari, suhu 41 derajat. Perut lapar bertemu jamuan di meja, maka makan “tak henti-henti” lah kami.
Pada Senin (26/8) dari Hangzhou kami bergerak melalui jalan tol. Tak henti-henti pula, 3 jam baru keluar dan masuk kota Xiying, tipikal kota maju Asia Timur. Mirip-mirip Batam penataan kotanya, tapi di sini sepi.
Makan dengan menu sup ikan, ada kerang, daging angsa, ayam, ikan, udang, sayur daun labu dan nasi yang wangi. Teh hangat yang khas dan nikmat. Makanya, makan tak henti-henti. Dengan perut kenyang itulah kami berangkat ke pabrik semen smart ini. Di sini, suhu 36 derajat. Lain pula terasa di kulit. ***