PADANG PANJANG, KLIKPOSITIF– Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanah Datar, Rubito, memastikan penerbitan sejumlah sertifikat di Jorong Sudut, Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar – Sumbar sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Hal itu diungkapkannya di hadapan para pemilik kurang lebih 60 hektare tanah yang telah bersertifikat di Jorong Sudut, Nagari Sumpur, Wali Nagari, KAN, BPRN dan Tim Penyelesaian Tanah Ulayat saat berkunjung ke Kantor BPN setempat, Kamis (25/3).
“Kami selalu komitmen terhadap apa yang kami kerjakan. Terkait adanya gugatan atas penerbitan sertifikat hak milik tanah dari pihak lain, kami berkewajiban melindungi produk negara sekaligus siap berjuang bahkan membuktikan apa yang kami kerjakan sudah benar sesuai SOP,” tegas Rubito kepada Klikpositif.
Dikatakannya, para pemilik tanah yang sudah mensertifikatkan tanahnya itu mendatangi BPN dengan bertujuan untuk mengucapkan terima kasih telah memproses sertifikat tanah mereka sekaligus memberikan dukungan moril pada BPN untuk tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
“Sebagai warga negara yang baik, kami telah mengikuti segala prosedur pemerintah khususnya BPN untuk mendapatkan pelayanan penerbitan sertifikat tanah kaum kami yang didasari kesepakatan bersama dalam kaum,” ungkap salah seorang pemilik tanah bersertifikat, Fahmi Malik.
Fahmi Malik yang juga mantan Wali Nagari Sumpur dua periode itu menerangkan, proses jual beli dengan pihak pembeli pun sudah sesuai dengan ketentuan berlaku. Tanah tersebut sejak dahulu telah dikuasainya secara turun temurun tanpa ada masalah dari pihak lain.
“Transaksi jual beli tanah pun dihadapan notaris agar tidak terjadi persoalan,” ujar Fahmi seraya mengatakan saat penerbitan sertifikat jadi persoalan bagi pihak lain.
Sementara perwakilan KAN Nagari Sumpur, Datuak Putiah, mengatakan, objek lahan lebih kurang 60 hektare yang disertifikatkan itu adalah benar tanah ulayat kaum Nagari Sumpur dan prosesnya juga diketahui oleh ninik mamak kaum yang bersangkutan dan disahkan oleh KAN Sumpur.
Di tanah tersebut juga terdapat objek vital Pemkab Tanah Datar, yaitu sumber air sekaligus jaringan PDAM.Keberadaan sumber air PDAM tersebut adalah berkat kerjasama PDAM dengan kaum Datuak Putiah, Ninik Mamak Nagari Sumpur.
“Kalau tidak ada izin dari KAN Sumpur belum tentu sumber PDAM ini akan ada. Pasalnya, sumber air PDAM itu ada di tanah ulayat kaum saya.Di kawasan itu juga terdapat lokasi pandam pakuburan keluarga saya dari Kaum Koto Nagari Sumpur,” ungkap Datuak Putiah.
Sementara perwakilan dari pihak pembeli yang ingin membangun Nagari Sumpur, H Yohanes mengungkapkan pembeli tanah seluas lebih kurang 60 hektare itu adalah keluarga besar Saleh Alwaini, di antaranya Notaris Aida Amir, dr. Hilwa Saleh yang mengelola rumah sakit dan Said Saleh yang pengelola perguruan tinggi dan Najibah seorang dokter gigi senior.
“Mereka membeli tanah yang sudah bersertifikat itu bertujuan untuk membangun kampung dengan cara berinvestasi,” ujar Yohanes saat diwawancarai.
Keluarga Saleh Alwaini, menurut Yohanes, merupakan perantau intelektual yang dimiliki Nagari Sumpur. Pasalnya, mereka berasal dari keluarga terhormat yang pendidikan tinggi, lulusan luar negeri sekaligus paham hukum yang berlaku.
“Sebagai pembeli yang baik, kami beritikad baik, proses jual beli atau peralihan hak kami lakukan secara legal melalui notaris. Saya tegaskan, kami membeli tanah ulayat kaum di Nagari Sumpur yang sudah jelas disertifikatkan pemiliknya atau kaumnya sendiri,” tegas Yohanes.
Sementara Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Tanah Datar, Didik Tris Ardijanto, mengungkapkan mekanisme penerbitan sebuah sertifikat, mulai dari permohonan masyarakat untuk pengurusan penerbitan sertifikat, kelengkapan administrasi, pengecekan, melakukan verifikasi, meninjau sekaligus memastikan objek yang akan disertifikatkan, melakukan pengukuran lokasi objek sekaligus mengambil data titik koordinat setiap titik tanda batas tanah yang dimohonkan sertifikat tersebut merujuk pada Peta Geo KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan) dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Rujukan pemetaan yang menjadi acuan BPN tersebut, tertuang dalam sebuah sistem digitalisasi yang dikelola oleh pemerintah pusat.
“Dalam hal ini, BPN hanya sebagai user atau pengguna dari sistem digitalisasi yang diterapkan. Sementara BIG merupakan sumber informasi yang memiliki elemen untuk menunjukkan lokasi suatu objek, bentuk, serta atribut objek. Mekanisme tersebut wajib kita lakukan sebelum penerbitan sebuah sertifikat,” ungkap Didik.
Lebih lanjut Didik menjelaskan, BPN tidak akan menerbitkan sebuah produk baru ketika semua persyaratan belum dipenuhi oleh masyarakat atau pemohon penerbitan sertifikat. Persyaratannya, Mulai dari surat pernyataan kesepakatan kaum, mamak kepala waris sudah dilengkapi pihak pemohon.
Terbitnya sebuah sertifikat, tegas Didik, akan menjadi tanggung jawab BPN. “Selama objek masih ada, itu akan menjadi tanggung jawab kami. Jika terjadi persoalan, kami akan berjuang mempertahankan produk kami sekaligus memperjuangkan hak masyarakat.”ujar Didik.