KLIKPOSITIF – Walikota Bukittinggi, Erman Safar, beberapa waktu sempat jarang muncul ke publik, terutama sejak usainya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Sejumlah kegiatan juga tak dihadiri Erman secara langsung. Bahkan kegiatan kedinasan penting seperti Pelantikan Pj Sekda Bukittinggi juga tidak. Kegiatannya beberapa waktu belakangan lebih banyak dihadiri oleh Wakil Walikota, Marfendi.
Di sisi lain, DPRD Kota Bukittinggi juga bahkan sempat mempertanyakan keberadaan orang nomor satu di Kota Bukittinggi tersebut. Sehubungan itu, banyak dugaan kemudian bermunculan bahwa Erman Safar jarang muncul lagi karena kalah dalam Pilkada Kota Bukittinggi. Masyarakat pun akhirnya juga mempertanyakan di mana keberadaan walikota tersebut setelah pemilihan.
Seperti misalnya dilansir akun media sosial Tiktok ini (https://www.tiktok.com/@flukman03/video/7447819615096327429?_r=1&_t=8sFyqFBRpsl), ia menyebut Erman Safar tak muncul sejak pelaksaan Pilkada dan dianggap menghilang. Akun tersebut juga menyebut, Erman Safar menghilang sejak tercatat kalah dalam hitungan quick count Pilkada 2024.
Lalu, bagaimana faktanya?
Dari hasil penelusuran KLIKPOSITIF, pihak Pemkot Bukittinggi sudah sempat menyampaikan informasi terkait pertanyaan itu. Wakil Walikota Bukittinggi, Marfendi sempat mengatakan, Erman Safar sedang melaksanakan dinas luar.
“Beberapa waktu lalu beliau ada di sini. Tapi belakangan ini saya tanya Sekda yang lama, beliau sedang dinas luar,” ungkap Marfendi, Kamis 12 Desember 2024.
Marfendi mengatakan bahwa Erman Safar ada agenda di Jakarta dan Banyuwangi untuk menerima penghargaan. “Hari ini di Jakarta dan besok di Banyuwangi kalau tidak salah. Ada (menerima) penghargaan,” katanya saat itu.
Lebih jauh, Marfendi menuturkan, meskipun walikota tak ada di Bukittinggi, sistem pemerintahan tetap berjalan dengan baik.
“Maka Wakil Walikota yang akan mengambil alih pemerintahan sesuai dengan aturan. Erman Safar yang tidak ada di tempat, tapi Walikotanya tetap ada di Bukittiingi. Tidak ada istilah ‘Erman Safar tak ada tempat’, pemerintahannya tetap ada di Bukittinggi karena bisa dijalankan oleh Wakil Walikota atau Sekda,” jelasnya.
Hal yang hampir serupa dengan kasus ini, bahwa ada kekecewaan atau ekspresi berlebihan dari paslon yang kemudian harus kalah dalam Pilkada, atau reaksi dari tim maupun tokoh pendukungnya, juga sebenarnya beredar cukup banyak di daerah-daerah lain. Beberapa di antaranya malah beredar dalam bentuk konten-konten foto maupun video palsu alias hoax.
Salah satu contohnya adalah video soal Jokowi yang ditunjukkan menangis karena pasangan RK (Ridwan Kamil) & Siswono kalah dalam Pilkada Jakarta lalu. Ini adalah konten yang jelas-jelas merupakan disinformasi. Seperti antara lain telah diperiksa & ditulis Tirto pada 17 Desember 2024, video tersebut dibuat dengan AI yang mengambil potongan video Jokowi saat berkoordinasi via video call dengan dr Faisal, dokter yang bertugas menangani pandemi Covid 19.
Selain itu, penelusuran Tirto terhadap video tersebut juga menemukan ukuran panjang hingga bentuk jari kelingking Jokowi yang tidak konsisten. Lebih jauh, melalui AI True Media, ditemukan bahwa tingkat keyakinan deteksi manipulasi wajah AI dalam video itu mencapai 78 persen. Artinya, ada yang sengaja membuat konten itu menggunakan AI dengan memanipulasi gambar dan video yang diambil dari berbagai sumber berbeda-beda.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, baik informasi atau isu yang tidak jelas dan kemudian beredar kencang soal “menghilangnya” Erman Safar sebagai salah satu kontestan yang kemudian dinyatakan kalah dalam Pilkada 2024, maupun konten-konten reaksi tim sukses atau tokoh pendukung paslon Pilkada Jakarta atau daerah lainnya yang ternyata dimanipulasi, maka masyarakat perlu mewaspadainya.
Meski wajar saja jika ada paslon di Pilkada 2024 yang kalah dan kemudian kecewa, publik semestinya tidak gampang terseret opini atau kabar tak jelas mengenai hal itu. Apalagi jika berasal dari konten yang diunggah akun-akun anonim maupun buzzer, atau yang bahkan jelas-jelas menggunakan AI.
Publik harus selalu mengikuti informasi dari sumber-sumber terpercaya, baik itu dari lembaga resmi, atau dari media terverifikasi. Bila ada informasi, narasi atau kabar yang ingin diketahui benar-tidaknya, masyarakat juga bisa mengecek ke situs-situs cek fakta yang rutin melakukan debunking atau verifikasi.