PADANG PARIAMAN, KLIKPOSITIF – Waktu matahari sepenggalahan naik, Bhabinkamtibmas berpangkat Brigadir itu turun dari atas motor dinasnya.
Namanya Ricky Pratama, kelahiran 1994 di Sungai Geringgiang, Kabupaten Padang Pariaman-Sumbar.
Seragam dinas yang dikenakan Ricky tampak basah kuyup. Dia masuk ke dalam kedai kopi. Memesan setengah gelas kopi panas.
Belum lagi kopi pesanannya tiba, Ricky membuka baju dinasnya. Sepatu dinasnya juga dicopot lantaran basah. Kaki nya tampak pucat, lama terendam air.
“Beginilah kalau jadi Bhabinkamtibmas. Hari ini harus lembur juga. Sementara pakaian sudah basah semua,” kata Ricky pada KLIKPOSITIF, Senin 7 Februari 2022.
Ricky baru saja balik dari tempat ia mensosialisasikan vaksin. Ia mendatangi rumah warga dan menyambangi warga yang tengah bekerja di sawah.
Sebagai seorang anggota Polsek Aua Malintang, Polres Pariaman, Ricky bertugas di Nagari Balai Baiak.
Nagari Baiak itu terletak di Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman-Sumbar.
Di Nagari Balai Baiak ada 7 korong yaitu Korong Padang Bayua, Bukik Aru, Padang Gantiang, Bukik Kabun.
Selanjutnya, Korong Jawi-jawi, Mudiak Aia dan Kampuang Tangah.
Dia sendiri bertugas di 7 korong itu. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk melayani warga di sana.
Bermodal satu unit motor trabas dengan seri 2807, Ricky masuk ke luar kampung.
Wilayah kerjanya adalah kawasan paling pinggir dari wilayah hukum Polres Pariaman, berbatasan dengan Kabupaten Agam.
Ricky sendiri telah dinas di situ selama satu tahun.
“Banyak suka dan duka. Paling bekesan tentu soal akses jalan di sini. Jalan di sini tak sama dengan jalan di kampung lainnya. Tak semua jalan ada aspalnya,” kata Ricky.
Saban hari, polisi muda itu harus melewati aliran sungai yang dijadikan jalan untuk aktivitas warga setempat.
Sosialisasi Sampai Malam
Di Nagari Balai Baiak, ada jalan kira-kira sepanjang 400 meter. Jalan itu juga dialiri air setinggi betis orang dewasa.
Bisa dikatakan sebagai anak sungai, dan satu satunya akses warga untuk mengangkat hasil pertanian.
“Hanya truk atau motor trabas yang bisa melintas. Karena itu saya sangat sayang sama motor ini,” kata Ricky.
Medan tersebut jadi perlintasan tiap hari bagi Ricky.
Luka di lutut dan sikunya juga menjadi saksi beratnya medan tersebut. Dia sering jatuh di medan berbahaya itu.
“Semenjak pandemi corona, jadwal kerja sudah tak teratur. Bahkan malam hari saya masih bekerja untuk mensosialisasikan vaksin,” kata dia.
Tidak hanya itu, kata Ricky lagi, warga di sana kebanyakan tidak mau mengisi data vaksin (entah alasan apa).
“Maka setelah saya berikan pemahaman, datanya saya juga yang mengisikan. Warga tinggal pergi vaksin saja,” sebut Ricky.
Jumlah penduduk di nagari itu lebih dari dua ribu jiwa. Jumlah tersebut adalah target Ricky untuk memberikan layanan vaksin.
“Tak sedikit juga warga yang melontarkan pertanyaan atau berikan pernyataan nyeleneh. Bahkan saya pernah berdebat dengan warga terkait vaksin,” ulas Ricky Pratama.
Itulah tantangannya, kata Ricky Pratama, dengan sabar dan humanis dia berusaha berikan pemahaman pada warga bahwa vaksin itu penting untuk herd imunity.
Hingga kini, berkat kerja kerasnya, di nagari itu telah 90 persen target vaksin tercapai.
“Sudah 90 persen target vaksin tercapai. Namun kerja belum selesai,” kata Ricky.
Ricky, sebagai Bhabinkamtibmas sangat populer di Nagari Balai Baiak. Dia dikenal sebagai pemuda nan ramah. Tak ada yang tidak mengenalnya.
Bagi Ricky, mengenjot vaksinasi adalah tugas mulia.
“Sepintas lalu memang tidak tampak hasilnya. Namun ini akan sangat berarti bagi warga. Ini menyangkut nyawa dan keselamatan warga,” jelasnya.
Ricky paham betul, sebagai Bhabin ia adalah ujung tombak polisi untuk menyukseskan vaksinasi.
Hal itu menjadi harga mati baginya untuk tetap kukuh melewati rintangan.
“Kalau tidak kami, siapa lagi yang mau mengambil peran ini. Ini sudah menjadi prioritas kami sebagai polisi. Mau tidak mau, ini sudah menjadi kewajiban,” kata dia.
Usai berkata demikian, Ricky terdiam beberapa detik. Setelah itu ia menjulurkan tangan dan mengambil kue Rakik Kacang yang ada di dalam toples kedai tersebut.
Saat menjulurkan tangan, tampak jelas benang jahitan bagian pinggir seragamnya telah putus.
“Beginilah kondisi pakaian saya. Baju ini sering basah saat melintasi jalur warga. Jadi benangnya cepat lapuk,” sebut Ricky sambil tersenyum.
Ubah Stigma Negatif Melalui Pendekatan Humanis
Menyoal tentang upaya Ricky untuk menggenjot vaksinasi, ada persoalan mendasar yang menjadi catatan penting bagi dirinya.
Persoalan itu adalah terkait stigma atau paradigma warga setempat.
“Pada awal-awalnya, warga menolak untuk vaksin. Bagi warga itu adalah penyakit. Katanya, vaksin itu akan berdampak buruk,” ungkap pemuda 28 tahun itu.
Pada situasi itu, kata Ricky, sulit baginya untuk menembus paradigma yang demikian.
“Jika melayani dengan perdebatan, akan menjadi tambah rumit. Buntut-buntutnya mereka mengatakan kalau polisi hanya bisa memaksa,” ujar Ricky.
Hal demikian menjadi tantangan bagi Ricky. Dia menggunakan pendekatan humanis. Dia membaur dengan warga di sana dan ikut aktivitas warga.
“Pelan-pelan saya berikan pemahaman terkait pentingnya vaksin. Tidak hanya pada waktu kerja, di arena berburu babi pun saya sosialisasikan,” ujarnya.
Ricky sadar, usianya yang masih muda akan menjadi tolok ukur bagi warga untuk mendengarkan dan mematuhi.
Secara normatif, warga cendrung percaya pada orang yang berumur lebih tua untuk menjadi panutan.
“Saya juga tidak mungkin mengajarkan orang yang lebih tua dari saya. Akan hal itu, hanya ada satu cara yaitu cara yang humanis,” katanya.
“Berbaur dengan mereka. Berikan contoh dan bukti bahwa vaksin aman dan halal,” sambung Ricky.
Proses pendekatan humanis itu tidak secepat yang dikira Ricky. Satu, dua, tiga bulan telah berlalu kala itu.
Masuk pada bulan ke 4, dampak pendekatan humanis itu baru terasa olehnya.
“Berbulan bulan lamanya untuk merubah stigma tersebut. Bulan ke 4 baru ada kepedulian warga untuk vaksin.
Awalnya dari satu warga, selanjutnya ada warga lainnya yang ikut, sehingga hampir seluruh target vaksin tercapai.
Ricky besyukur mendapatkan pengalaman dari proses humanis tersebut.
Untung baginya, setiap kali melewati pemukiman warga, senyum dari warga bertebaran untuknya.
Ricky Pratama masih muda. Seusianya itu mengabdikan diri untuk warga di sana.
Di pangkuanya memeluk harapan, sementara di pundaknya memikul tanggung jawab yang besar.
Begitulah kisah Ricky, Bhabinkamtibmas paling muda di wilayah itu.