Apa Makna Tuah Sakato yang Diucapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan?

Tuah Sakato merupakan dasar pengambilan keputusan di Minangkabau.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (setkab.go.id)

PADANG, KLIKPOSITIF – Anies Baswedan menyinggung banyak hal dalam pidato politik pertamanya usai dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dalam pidato sekira 23 menit itu, ia berjanji akan menunaikan janji-janji kampanye.

Dalam menyampaikan pidato, Anies beberapa kali menyelipkan pepatah atau pantun dari daerah Indonesia. Mulai dari Batak, Aceh, Minang, hingga Betawi. “Jangan sampai kita seperti yang ditulis dalam pepatah Madura, itik sik a telor ayam sing ngeremi. Itik yang bertelor ayam yang mengerami,” ujarnya.

Pepatah ini disampaikannya untuk memberikan keadilan kepada warga Jakarta. Menurutnya, dengan menggunakan istilah pribumi, pribumilah yang merebut kemerdekaan. Dia menyebut, sudah saatnya pribumi merasakan kemerdekaan.

Jakarta tidak dibangun atas satu kelompok atau golongan, sebutnya, tetapi harus menjadi kota untuk semua. Bahwa semua keputusan atau kebijakan,  mesti didasarkan kepada keputusan bersama. Untuk hal ini, ia mengunakan istilah Minang, Tuah Sakato.

“Pepatah itu bermakna dalam kesepakatan di dalam musyawarah terkandung tuah tentang kebermanfaatan,” kata Anies.

Budayawan Syuhendri Dt. Siri Marajo mengatakan istilah Tuah Sakato merupakan dasar pengambilan keputusan di Minangkabau. Secara literal, tuah diartikan sebagai kesaktian sementara sakato berarti mufakat (kebersaman).

Tuah Sakato dapat diartikan sebagai kesaktian karena mufakat atau kebersamaan,” ujarnya kepada KLIKPOSITIF.com. Tuah sesuatu yang tidak bisa digugat karena ia lahir dari ide bersama. Karena tak bisa digugat, maka tuah mestilah muncul dari kebenaran. Kebenaran orang Minang karena sakato-nya (mufakat).

Tentu tidak mudah mencari kebenaran tersebut. Makanya, sebut Syuhendri, jika ada dalam rapat Nagari ada yang tidak sepakat, yang tidak sepakat itu dipulangkan lagi kepada Ninik Mamaknya untuk diberikan penjelasan yang disebut dalam pepatah Minang, marameh cingkariak dalam sarang.

Cingkariak sama dengan jangkrik, hewan yang berbunyi di malam hari. Pepatah ini dimaknai, jika cingkariak masih berbunyi, maka penyelesaiannya adalah dengan marameh, atau diberi penjelesan dulu oleh tetuanya.

Makanya, dalam pengambilan keputusan di Minangkabau, sebut Syuhendri, jika sudah sepakat, keputusan itu tidak bisa diganggu gugat. Makanya, muncul istilah lain tentang kesepatan itu, “Senjata itu bertuah.

Anies juga menyorot sekat-sekat yang jadi penghalang persatuan. Cilaka rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub. Ini merupakan pepatah dari Aceh yang bermakna persatuan dan keguyuban yang harus diperjuangkan dimulai dengan meruntuhkan sekat-sekat yang jadi penghalang.

Sebelum menutup pidatonya dengan pantun  Betawi, mantan Mendikbud ini mengajak semua masyarakat Jakarta dengan pepatah Minahasa, sitou timou tumou tu. Maknanya, manusia hidup untuk menghidupi orang lain, menjadi pembawa berkah bagi semua. (*)

Exit mobile version