Anjuang Rumah Gadang Jadi Tempat Pelaminan dan Duduknya Penghulu Pucuak Saat Upacara Adat

Tanah Datar

Anjuang di Istano Basa Pagaruyung berada di ujung kiri dan kanan sebagai tempat pelaminan dan duduknya penghulu pucuk.

Anjuang di Istano Basa Pagaruyung berada di ujung kiri dan kanan sebagai tempat pelaminan dan duduknya penghulu pucuk. (eviindrawanto.com)

KLIKPOSITIF – Istano Basa Pagaruyung memiliki tiga lantai yang terdiri dari 72 tonggak dan 11 gonjong atap. Bangunan arsitektur Istano Basa Pagaruyung memperlihatkan ciri-ciri khusus seperti Anjuang yang menjadi tempat pelaminan saat upacara perkawinan adat dan tempat duduknya penghulu tertinggi atau pucuak saat upacara kebesaran adat.

Menurut Penulis Buku Rumah Gadang (2013), Agusti Efi Marthala menyampaikan Anjuang hanya terdapat pada jenis rumah gadang Koto Piliang yang berada di pangkal dan ujung (Baanjuang pangka jo ujuang) dan lantai pada Anjuang lebih ditinggikan dari lantai yang lain.

Anjuang ini dipakai untuk orang-orang yang ditinggikan dalam adat pada laras Koto Piliang, antara lain untuk tempat pengulu tartinggi yang disebut penghulu pucuk. Anjuang ini juga dipakai sebagai tempat pelaminan ketika berlangsung upacara adat kebesaran dan upacara perkawinan adat.

Dalam pepatah diuraikan mengenai Anjuang yakni Ba anjuang pangka jo ujuang, nak tinggi kiri jo kanan, satantangan labuah gajah, tampek rajo basa-basa, tampek puti sunduik basunduik, tamu gadang dayo mulia, tampek panubatan rajo-rajo, tampek hukum mintak babandiang, tampek mamanggia arwah-arwah, (Beranjuang pangkal dengan ujung, supaya tinggi kiri dengan kanan, sejajar labuh gajah, tempat raja besar-besar, tempat puteri turun temurun, tamu terhormat dan yang mulia, tempat penabalan raja-raja, tempat hukum minta berbanding).

Anjuang adalah lambang Kelarasan Koto Piliang yang mengamalkan adat raja-raja. Anjuang tempat raja-raja dan tempat penobatan raja-raja. Karena di Luhak Nan Tigo tidak ada lagi raja, Anjuang di dalam upacara adat dipakai untuk tempat duduk penghulu pucuk dan orang yang dianggap statusnya tinggi di dalam adat. Anjuang dalam upacara Batagak Panghulu dipakai untuk menabalkan penghulu baru.

Selain untuk upacara adat, Anjuang digunakan untuk tempat ritual, yang berhubungan dengan kepercayaan dan alam ghaib. Pada upacara Baralek Gadang, Anjuang dihiasi dengan pelaminan, Tampaik mamanggia arwah-arwah, tampek mamanggang kumayan putiah, di dalam mundam parasapan, sana jihin sapo manyapo, bakeh aruah lalu linteh.

Tingkok sabuah tak badaun, siang malam mananti garak. Ulua anta batin makrifaik, baitu tuahnyo anjuang. Balampih kulambu kasuik rumin, silang basingguang kain jalin, kasha kasumbo jelo bajelo, girang mangirap intan jo podi, antah dilua antah di dalam, salo manyalo maniak bakarang, antah di ateh antah di bawah, kasua pandak mambalintang, kasua panjang hamparan duduak, di depan banta sarugo, di bawah tirai langik-langik, angkin lidah balembaian, (Tempat memanggil arwah-arwah, tempat membakar kemenyan putih, di dalam mundam perasapan, di sana jin sapa menyapa, tempat arwah lalu lintas.

Tingkap atau jendela yang ada pada anjuang tidak memiliki daun pintu, fungsinya hanya untuk udara keluar masuk dan untuk keperluan ritual. sebuah tak berdaun, siang malam menanti gerak. Ulur antar batin makrifat, begitu tuahnya anjuang. Berlapis kelambu sutera halus, silang bersilang kain berjalin, kain putih dan merah kesumba sela menyela, berkilauan intan dengan podi, entah di luar entah di dalam, sela menyela manik berkarang, entah di atas entah di bawah, tilam pandak membelintang, tilam panjang hamparan duduk, di depan bantal sorga, di bawah tirai langit-langit, angkin lidah berlambaian).

Pada upacara Baralek Gadang Batagak Panghulu, Anjuang dihiasi dengan pelaminan yang terbuat dari kain sutera sulaman benang emas dan lengkapan manik-manik dan batu permata. Hal ini melambangkan kebesaran adat raja-raja. Di depan pelaminan dibentangkan kasur yang dilapisi dengan tikar permadani, disinilah tempat menabalkan penghulu baru bagi laras Koto Piliang.

Bila dilansir dari laman Wikipedia, menyebutkan Anjuang sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu Rumah Gadang dinamakan pula sebagai Rumah Baanjuang.

Anjung pada Kelarasan Koto Piliang memakai tongkat penyangga, sedangkan pada Kelarasan Bodi Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya. Kelarasan Koto Piliang menganut prinsip pemerintahan yang hierarki menggunakan Anjuang yang memakai tongkat penyangga, pada Kelarasan Bodi Chaniago Anjuang seolah-olah mengapung di udara.

Kemudian, menurut Dosen Universitas Trisakti Jakarta Resky Annisa Damayanti, dalam Jurnal Makna Arsitektur Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung (2020), menyebutkan kekhasan yang dimiliki Anjuang ini tersirat dari bentuk fisik bangunan yang dilengkapi falsafah alam dan budaya Minangkabau.

Anjuang atau penaikkan lantai bermaksud sistem pemerintahan aristokrat di mana status sosial datuak berbeda-beda, sehingga tempat duduknya tidak boleh sama tinggi.

Jadi di Rumah Gadang, Anjuang menjadi tempat pelaminan saat upacara perkawinan adat dan tempat duduknya penghulu tertinggi atau pucuak saat upacara kebesaran adat. (*)

OPINI: Irfan Taufik

Exit mobile version