“Jangan terlalu khawatir dengan apa yang ditulis orang hari ini, tapi khawatirlah dengan apa yang akan dikenang orang di masa depan. Sebagai anak bangsa, tugas kita tak hanya mencatat sejarah, tapi juga membangun fundamental moral dan legasi peradaban,” Anies Baswedan.
Rabu pagi, 2 November 2022, dengan langkah tegap, Brian Putra Bastara memasuki gerbang Rumah Joglo di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Anak muda yang kini menjabat CEO Haluan Digital itu agak tergesa karena orang yang akan ditemuinya bukanlah orang biasa. Pertemuannya juga bukan pertemuan biasa pula.
Ya, rumah Joglo yang didatangi Brian merupakan milik Anies Baswedan. Di rumah dengan nuansa Jawa kental tersebut Anies menghabiskan kesehariannya setelah tak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Brian datang ke sana untuk bertukar pikiran dan gagasan. Brian, tokoh muda yang kini menerabas jalan politik, sementara Anies sudah kawakan di ranah yang baru di masuki Brian.
“Bung Brian, nama bung sudah aku dengar dimana-mana. Ada yang berbisik, terutama dari kalangan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), kalau ada anak muda Sumatera barat yang berpikiran terbuka, santun dan terus menelusuri jalan pengabdian. Mungkin karena sama-sama sibuk, kita baru bisa bertemu sekarang,” tutur Anies menyambut kedatangan Brian di pintu masuk ruang pertemuan. Keduanya bersalaman erat.
Tidak ada kecanggungan dalam pertemuan yang terjadi. Anies sudah mengenal Brian. Sedikit banyaknya tahu sepak terjang Brian dari sejumlah orang yang bersinggungan dengannya. Brian apalagi. Sosok Anies di matanya adalah pemimpin yang tak pernah separuh hati dalam mengabdi. Teranyar, Anies mampu mengubah Jakarta menjadi kota yang riang gembira. Ini adalah pertemuan lintas generasi yang punya cara pandang yang sama, dan visi yang selaras dalam membangun peradaban.
Terlepas dari sosok Brian, Anies memang selalu antusias ketika bertemu dengan orang Minangkabau. Alam pikir orang Minangkabau yang terbuka dengan perubahan membuat Anies salut. Tokoh idolanya Bung Hatta, proklamator bangsa yang berasal dari Bukittinggi. “Minangkabau itu bagi saya adalah kemasyuran tempat tumpuh dan berkembangnya peradaban. Selalu di hati, baik secara tindakan atau pemikiran,” ungkap Anies.
Minangkabau bagi Anies adalah pucuk bulat demokrasi, dimana orang-orang yang hidup dan berdialektika di sana penuh falsafah dengan azas musyawarah mufakat. Orang Minang tahu dengan ereng (miring-red) yang akan membuat jatuh. Terjal jalan sudah diperhitungkan.
“Langkah Minang itu langkah pasti. Tidak terbawa arus. Mental juangnya tidak bisa diukur. Lihatlah, berapa banyak orang Minang yang sukses diperantauan. Itu karena mentalnya diasah dengan tajam sebelum masuk gelanggang kehidupan. Saya yakin, Brian juga demikian. Sudah siap sepenuh hati untuk mengabdi,” lanjut Anies.
Sepiring pisang goreng dengan asap mengepul meningkahi obrolan mereka. “Ini diplomasi pisang goreng, silakan dicicipi bung. Kita diskusi saja dengan riang gembira. Bukankah begitu yang dipesankan oleh Bang Surya Paloh kepada kita semua. Untuk berpolitik riang gembira, tanpa membawa dendam dan sakit hati menahun,” sebut Anies sembari menyuguhkan Brian cemilan.
Usai menyantap sepotong pisang goreng, Brian membuka diskusi. Dia memaparkan segala impian dan keresahannya. Terutama keresahan terhadap Sumatera Barat (Sumbar), kampung halaman yang dicintainya semati-matinya cinta. Brian merasa terpanggil untuk berbuat setelah berkeliling ke pelosok, dan mendekatkan telinganya ke bibir masyarakat untuk mendengar segala keluh dan kisah jelata.
“Sebelum berkeling ke berbagai daerah di Sumbar, saya merasa sudah bangga dan besar kepala dengan apa yang sudah diperbuat di HIMPI. Baik saat menyalurkan bantuan, mendampingi UMKM dan bersama-sama dengan anak muda merintis usaha. Ternyata, setelah berkeliling rupanya itu belum seberapa. Banyak hal ternyata yang perlu diperbaiki. Pengabdian saya belum tuntas, baru seujung kuku. Saya ingin lebih dalam,” tutur Brian.
Brian menyadari, ruang HIPMI untuknya mengabdi terbatas dan hanya berkutat pada dunia usaha. Padahal masalah di Sumbar tidak melulu soal usaha. Masalahnya komplit, mulai dari pendidikan, kesehatan, serta pemerataan pembangunan yang masih jauh dari harapan. Dia butuh ruang yang lebih besar jika ingin mengabdi dengan bulat dan ikut mengubah keadaan yang dianggapnya belum berpihak pada kaum dhuafa.
“Saya salat istikarah, meminta petunjuk, apa lagi yang harus saya lakukan. Berdiskusi dengan banyak orang juga. Ternyata dari sana saya mendapat jawaban, kalau ingin mengabdi harus berani keluar dari kolam kecil dan masuk ke kolam besar. Akhirnya saya putuskan untuk memulai langkah, menerabas jalan pengabdian lewat legislatif. Maju di 2024 sebagai calon anggota DPR RI,” sebut Brian.
“Bang, sebenarnya ini panggilan. Secara pribadi, hidup saya sudah cukup, tapi seperti Abang bilang di banyak kesempatan, anak-anak muda itu tidak boleh dikekang rasa nyaman. Harus terus bergerak dan bermanfaat untuk orang banyak. Saya ingin memulai itu dari awal, tidak sendiri tapi bersama-sama. Termasuk berada dalam barisan Abang di bawah naungan Nasdem dan arahan Ketum Surya Paloh tentunya,” tutur Brian.
Keinginan Brian disokong penuh orangtuanya. Brian anak Basrizal Koto (Basko), perantau sukses Minang yang turut serta membangun kampung halaman. Lewat usaha yang dimilikinya, Basko Grandmall dan basko Hotel, Basko membuka ruang pekerjaan bagi ratusan orang. Basko boleh disebut sebagai orang rantau yang mau bertaruh banyak untuk membangun Sumbar. Ketika banyak perantau Minang lainnya sanksi untuk investasi di kampung halaman, dia malah merasa terpanggil. Kini, Basko sudah menikmati masa tua. Dia butuh pelanjut.
Basko ingin Brian melanjutkan pembangunan, tapi tidak hanya lewat jalur bisnis, juga jalur politik. “Dorongan dan doa orangtua mengiringi langkah. Sebelum terlalu jauh, aku ingin Abang memberikan masukan agar aku tak salah jalan dan pengabdian tak berhenti begitu saja,” harap Brian.
Dipaparkan Brian, dirinya siap untuk bergabung di barisan jaringan relawan Anies Baswedan. Kesiapan itu dilandasi dengan pendambaannya pada perubahan. Dengan jiwa kepemimpinan dan kerja nyata tanpa berisiknya, Brian yakin Anies mampu membawa Indonesia ke era kemajuan seperti harapan banyak orang. “Siap lahir bathin,” tegas Brian.
Sumbar saat ini memang dalam masa transisi generasi politik. Berbelas tahun, panggung politik Sumbar dikuasai generasi tua. Anak-anak muda tercecer di belakang. Terbatasnya ruang gerak untuk mencebur ke partai politik, serta kedigdayaan generasi tua, membuat mereka tiarap. Banyak anak-anak muda Minang yang berpotensi mengabdi lewat jalur politik, kalah saing dan akhirnya lari ke perantauan. Dari rantaulah mereka manaruko jalannya. Tak sedikit yang sukses, pun demikian banyak pula yang gagal.
Tapi, beberapa tahun belakangan. Pola berubah. Anak muda Minang mulai berani menggebrak, partai juga membuka diri bagi kawula muda untuk berbuat lebih. Kompetitif terjadi. Anak-anak muda mulai bangkit. Sekarang saja, kepala daerah banyak yang muda, politisi yang ada di legislatif juga. Baik di DPRD Kabupaten/kota, provinsi hingga DPR RI. Kiprah generasi muda Minang tidak bisa dipandang sebelah mata. Willy Aditya dari Nasdem, Andre Rosiade (Gerindra), Ade Rizki Pratama, Athari Gauthi, hingga sederet nama beken lainnya sudah melanglang buana di pentas nasional.
Brian berada di siklus perubahan itu. Bersama Fadly Amran dan banyak anak muda lainnya, berproses di Nasdem. Saling membahu, tidak hanya membesarkan partai, tapi juga menjaga impian untuk Sumbar gemilang ke depannya. Baik Brian, Fadly Amran dan segenap anak muda lainnya, yang berada di Nasdem atau partai berbeda, adalah modal Sumbar bergerak maju. Bonus demografi yang diimpikan sedang proses pematangan.
Kembali ke Brian, usai harapan dipaparkan, Anies tiba-tiba mengulurkan tangan. “selamat bung, anda sudah bersikap untuk mengambil tanggungjawab dan memilik untuk terlibat langsung dalam proses politik. Ini langkah besar yang juga membutuhkan upaya yang besar. Sekali layar terkembang, surut kita berpantang. Saya menaruh harapan pada bung, dan yakin masyarakat Sumbar juga menaruh harapan yang sama,” lugas Anies.
Anies berpesan agar dalam setiap laku dan tindakannya, Brian selalu menomorsatukan kepentingan publik. “Melangkahlah lurus, jangan terlalu dengar orang yang berisik. Pemimpin besar itu lahir dari ketabahan dan kekuatan untuk selalu bergerak. Acuhkan yang mencemooh, dengar yang memberi kritik. Vitamin dalam dunia politik ini adalah kritik,” pesan Anies.
Sumbar menurut Anies sejak dulu kala adalah suplayer tokoh-tokoh muda bangsa. “Para pendiri republik ini kebanyakan dari Sumbar, ranah Minang. Itu makanya Sumbar itu suplayer terpenting dalam regenerasi politik nasional. Saya yakin, sejarah akan berulang. Semoga niat Bung Brian diberi kemudahan. Saya yakin dan percaya, sesuatu yang di mulai dengan niat yang tulus, akan berakhir manis. Terus berjalan, terus mendengar,” sebut Anies, yang membuat semangat Brian berlipat.
Brian tak ragu lagi memulai pengabdian. Keduanya mengakhiri diskusi dengan keriangan dan rasa percaya yang kuat. Anies memegang bahu Brian untuk menguatkan. Mereka sama-sama punya tanggung jawab besar. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju pintu. Di luar, jalan terbentang. Langkah pengabdian itu dimulai. Bismillah….. (*)