Anda Sakit Radang Usus? Ketahui Hal Ini Dulu

Meski masih menimbulkan pro kontra, untuk susu binatang dan daging merah sebaiknya dihindari, karena dari beberapa pasien yang merasakan keluhan sakit perut setelah mengonsumsinya.

ilustrasi

ilustrasi (Net)

Klikpositif Supernova Honda (3000 x 1000 piksel)

KLIKPOSITIF – Penyakit radang usus atau inflammatory bowel disease (IBD) adalah salah satu penyakit autoimun yang bisa menurunkan kualitas hidup penderitanya, akibat gejala yang berlansung lama.

Beberapa gejala di antaranya seperti diare kronik yang bisa berlangsung lebih dari dua minggu, penurunan berat badan, nyeri perut, hingga buang air besar berdarah.

Lalu, adakah makanan yang sebaiknya dihindari atau dipantang oleh pengidap IDB?

Prof. dr. Marcellus Simadibrata, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi Hepatologi, RSCM-FKUI mengatakan tidak ada makanan atau minuman spesifik yang harus dipantang.

“Kalau Anda percaya makanan itu menimbulkan keluhan, sebaiknya dihindari tapi harus berkonsultasi dengan dokter,” ujar Prof. Marcellus dalam acara diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Meski masih menimbulkan pro kontra, untuk susu binatang dan daging merah sebaiknya dihindari, karena dari beberapa pasien yang merasakan keluhan sakit perut setelah mengonsumsinya.

“Nah mungkin itu yang harus di-stop, karena hasil penelitian memang menunjukkan itu,” terang dokter yang berpraktik di RSCM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu.

Terlepas dari pantangan itu, Prof.Marcellus mengingatkan untuk tidak terlalu memilih makanan yang bisa menyebabkan penderita jadi kekurangan gizi.

Hal ini lantaran dari gejala penyakit yang ditimbulkan sudah akan menguras gizi seperti diare dan sakit perut yang terus menerus.

“Jadi kalau memang nggak ada keluhan, makan makanan tertentu itu boleh, namun perlu namun kita lihat dan monitor (oleh dokter),” pungkasnya.

Sementara itu IBD bisa menyerang semua kelompok usia, mulai dari anak hingga dewasa. Sedangkan kasus termuda IBD yang pernah ditemukan yakni di usia 18 tahun.

Adapun puncak kasus terbanyak dialami usia 20 hingga 49 tahun, dan tidak dipengaruhi jenis kelamin tertentu.

Exit mobile version