PADANG, KLIKPOSITIF – Menurut Pakar Pembangunan Ekonomi Sumbar Syaruddin Karimi pembangunan ekonomi Sumbar membutuhkan konversi Bank Nagari (BN) menjadi BN Syariah untuk meningkatkan keuangan inklusif.
Syaruddin mengatakan, lebih dari setengah juta pengusaha di Sumbar unbankable (Nasabah yang memenuhi persyaratan Bank). Dimana yang dituju untuk memenuhi persyaratan Bank tersebut adalah individu-individu baik yang sebagai nasabah debitur, maupun nasabah tabungan atau deposito, atau masyarakat luas yang memerlukan layanan Perbankan.
Bagi yang memiliki usaha dan memerlukan pinjaman kredit, Bankable berarti dapat memenuhi persyaratan Bank untuk mendapatkan kredit usaha. Sebaliknya, jika tidak dapat memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, maka termasuk dalam nasabah Unbankable.
Dikatakan juga, sekitar 200.000 pelaku usaha diduga unbankable berkaitan dengan keyakinan. Untuk itu, kehadiran Bank Nagari Syariah akan mampu menarik jumlah pelaku usaha unbankable sehingga inklusi keuangan di Sumbar bisa meningkat, produktivitas membaik, dan pertumbuhan ekonomi makin inklusif.
Berdasakan sensus ekonomi tahun 2016 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 586.934 usaha di Sumbar. Dari jumlah itu hanya sebanyak 79.808 yang menerima kredit dari lembaga keuangan, sementara sisanya sebanyak 507.126 tidak mendapatkan kredit sama sekali.
Artinya, lebih dari setengah juta usaha di daerah tidak mempunya akses terhadap kredit dari lembaga keuangan. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, mulai dari tidak paham prosedur, prosedur sulit, tidak ada agunan, usulan ditolak, dan berbagai alasan lainnya.
” Alasan lainnya ini berdasarkan pengamatan kita di lapangan adalah berkaitan dengan keyakinan masyarakat yang percaya bahwa bunga bank adalah riba. Alasan ini didukung oleh banyak studi, salah satunya studi yang dilakukan oleh Bank Dunia dan IMF yang kesimpulannya menekankan pentingnya kehadiran Islamic bank atau bank Syariah di negara negara mayoritas yang juga mayoritas unbankable,” jelasnya, Senin (21/6).
Menurut Syafruddin, fakta tersebut mesti direspon oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemkab, dan Pemkot dengan membuat kebijakan pembinaan usaha agar makin formal. Sementara itu, dari sektor perbankan perlu menyesuaikan produk yang dipasarkan sesuai dengan ekosistem budaya ekonomi masyarakat yang dalam hal ini Sumbar di mana bunga bank diyakini sebagai riba.
Semua ini adalah terobosan untuk meningkatkan inklusi keuangan, makin banyak warga dan pelaku usaha memiliki akses keuangan, menabungkan kelebihan uangnya dan mendapatkan kredit untuk usahanya.
Pada saat yang sama masyarakat merasakan bank menampung aspirasi keyakinannya. Suasana ini akan mendorong perbaikan produktivitas, pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Disisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mestinya mendukung konversi BN menjadi BN Syariah. Secara teoritis dan empiris (hasil studi IMF dan Bank Dunia) membuktikan bahwa kehadiran Bank Syariah di negara negara mayoritas Muslim yang pesat akhir-akhir ini berhasil mendongkrak inklusi keuangan dan punya dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Mengingat perekonomian Provinsi Sumbar, kabupaten dan kota sedang lesu akibat krisis pandemi. Konversi BN menjadi BN Syariah mestinya dilihat oleh Gubernur, Bupati dan Wali Kota kita sebagai momentum baru penguatan ekonomi se-Sumbar.
“Mereka diharapkan menyesuaikan kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tutupnya.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah meminta jajaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawal penuntasan proses konversi Bank Nagari dari sistem konvensional menuju syariah sesuai amanat RUPS pada 2019.
“Proses untuk konversi ini sudah dimulai sejak 2019, namun belum terwujud. Kami minta OJK bisa mengawal penuntasan proses ini secepatnya,” katanya.
Mahyeldi mengatakan, masyarakat Sumbar dikenal menjunjung tinggi prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, sehingga kebijakan konversi Bank Nagari dari konvensional menuju syariah merupakan langkah tepat.
“Saat ini ada 11 kepala daerah yang baru menjabat, maka dibutuhkan sosialisasi lagi agar prosesnya berjalan lancar,” ujarnya.
Mantan Kepala OJK Sumbar, Misran Pasaribu mengatakan ada dua pekerjaan rumah OJK yang masih dalam proses di Sumbar yaitu penuntasan konversi Bank Nagari dan pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
“Untuk konversi, karena tidak ada hasil RUPS yang menyatakan prosesnya dihentikan, maka OJK akan terus membantu hingga tuntas. Selain Bank Nagari saat ini ada belasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumbar yang sudah mengajukan usul untuk konversi ke syariah. Dua diantaranya sudah diberikan izin oleh OJK,” tuturnya.
Untuk TPAKD tinggal dua daerah yang belum membentuk yaitu Padang Pariaman dan Mentawai. Tugas tersebut nantinya akan dilanjutkan oleh pejabat yang baru, Yusri.
Sementara itu, Kepala OJK Sumbar, Yusri mengatakan akan melanjutkan tugas dari pejabat sebelumnya termasuk mendukung penuh keputusan pemegang saham melalui RUPS terkait konversi Bank Nagari.
“Apapun keputusannya kami akan dukung dan kawal hingga tuntas,” katanya.
Berdasarkan pengalamannya, konversi dari konvensional ke syariah tidak membuat penurunan laba yang signifikan seperti yang terjadi di Aceh dan NTB.
Ia minta dukungan pada gubernur agar pembentukan TAPD pada dua daerah di Sumbar bisa segera dilakukan sehingga sosialisasi dan penyampaian program terkait ekonomi dan keuangan bisa berjalan dengan lancar. (*)