PADANG KLIKPOSITIF — Seorang pengusaha mengalami kerugian puluhan miliar karena ditipu dan uangnya digelapkan setelah membeli tanah 765 hektar yang sempat diklaim Lehar selaku MKW Suku Sikumbang Kaum Maboet sebagai miliknya.
Korban yang diketahui berinisial AS tidak bisa menguasai tanah yang dibelinya tersebut hingga saat ini. Padahal korban telah menyerahkan uang Rp20 miliar yang disertai dengan perjanjian jual beli.
Tidak terima atas kerugian yang dialaminya, korban pun melapor ke Polda Sumbar dengan nomor LP/208/V/2020 pada tanggal 31 Mei. Dalam laporannya ke Polda Sumbar yang ditangani Ditreskrimum, korban melaporkan DA Cs sebagai orang yang menerima uang dari pembayaran untuk pembelian tanah 765 hektare tersebut.
Kemudian, selain DA, ada empat lainnya orang EPM, almarhum Lehar, MY dan YS yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus mafia tanah dengan laporan yang berbeda.
Juru bicara tim kuasa hukum korban Hukum korban, Rahmat Hidayat mengatakan, aksi penipuan dan penggelapan ini berawal pada bulan Maret 2019, DA menawarkan kepada korban untuk melakukan investasi pembelian sebagian tanah di daerah Padang, Sumatera Barat.
Penjelasan yang detail tentang prospek investasi tanah di Padang tersebut untuk kedepannya bisa berkembang dan menjanjikan. Bahkan, DA juga meyakinkan bahwa legalitas lahan tersebut aman dan dalam tahap pengurusan dengan target penyelesaian selama dua bulan.
“Untuk mendukung dan meyakinkan masalah bisnis tersebut, DA kemudian mengenalkan rekannya EPM terkait pengurusan tanah di Padang. Selanjutnya, DA dan rekannya datang ke Jakarta untuk memberikan paparan prospek tanah di Kota Padang dan juga menjanjikan kembali bahwa suratsurat legalitas tanah tersebut akan segera selesai,” kata Rahmat.
Ditambahkan Rahmat, dengan adanya janji serta jaminan dan diperkuat dengan kedatangan EPM, korban tertarik dan berminat menginvestasikan uang untuk pembelian tanah di Padang tersebut. Tanah yang dimaksud adalah tanah dengan luas 765 Hektar yang merupakan objek perkara yang terletak di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kelurahan Bungo Pasang, Kelurahan Air Pacah, Kelurahan Koto Panjang Ikua Koto di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Selanjutnya, pada tanggal 8 April 2019 dibuat dan ditandatangani perjanjian jual beli hak atas tanah antara almarhum Lehar, MY dan YS dalam hal ini bertindak sebagai Mamak Kepala Waris dan Mamak Jurai dalam Kaum Maboet yang disebut sebagai pihak pertama dalam perjanjian dimaksud dan EPM sebagai pihak kedua. Sedangkan korban sebagai pihak ketiga.
“Perjanjian Jual Beli tersebut di waarmeking nomor : 29/W/IV/2019 tanggal 8 April 2019 di Notaris Evo Fauzan di Padang. Dalam Perjanjian Jual Beli Hak atas Tanah tersebut intinya pihak pertama sepakat dan setuju untuk menjual hak tanah kaum ahli waris Maboet dengan luas 765 Hektar kepada pihak kedua sebesar 60 persen dan pihak ketiga sebesar 40 persen dengan nilai Rp100″ miliar,” ujar Rahmat.
Rahmat menuturkan, jual beli dimaksud dilakukan pembayaran secara bertahap. Tahap pertama senilai Rp20 miliar dibayar pihak ketiga pada bulan april 2019. Tahap kedua senilai Rp10 miliar bulan Mei 2019 senilai Rp10 miliar dan tahap ketiga Rp70 miliar dalam jangka waktu 1 tahun atau paling lama 2 tahun sejak surat ditandatangani.
Sebagai tindaklanjuti Perjanjian Jual Beli tersebut, korban telah melakukan pembayaran sebesar Rp20 miliar sebanyak 4 tahap mulai 8 April hingga 22 Mei 2019 yang ditransfer ke rekening perusahaan milik DA. Meski sudah melakukan pembayaran atas jual beli tanah tersebut, korban sampai saat ini tak bisa menguasai tanah yang dimaksud.
“Atas dasar itulah, korban berkeyakinan telah terjadi pidana penipuan dan penggelapan setelah membaca dan mempelajari tiga dokumen yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Padang (ATR/BPN). Atas aksi penipuan penggelapan itu, korban menderita kerugian Rp20 miliar dan melaporkan apa yang dialaminya ke Polda Sumbar,” jelas Rahmat.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu mengatakan, laporan terkait kasus mafia tanah Lehar Cs ada dua di Polda Sumbar. Laporan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilaporkan korban merupakan laporan yang kedua, yang mana dengan terlapor berinisial DA. Saat ini masih diproses oleh Subdit II Ditreskrimum Polda Sumbar.
“Penyidik melakukan pemanggilan terhadap terlapor berinisial DA untuk dimintai keterangan. Yang bersangkutan datang memenuhi pemanggilan penyidik. DA masih berstatus sebagai terlapor dan saksi,” pungkas Kombes Pol Satake Bayu.