PADANG, KLIKPOSITIF – Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat menyampaikan pandangan umum fraksi terkait pajak dan retribusi daerah, Selasa, 23 Mei 2023. Hadir dalam kesempatan itu Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, Ketua DPRD, Supardi, wakil ketua DPRD, dan anggota DPRD Sumbar.
Legalitas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan berdasarkan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 sudah harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 94, yang menyatakan bahwa โ Jenis Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi, Objek Pajak Retribusi, dasar pengenaan Pajak, tingkat penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, Wilayah Pemungutan Pajak, serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerahโ.
Selanjutnya juga dijelaskan Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD terhitung sejak 5 ( lima) tahun terakhir periode 2017 s.d 2021 porsi realisasi pajak daerah terhadap realisasi pendapatan asli daerah meningkat dari tahun ke tahun, demikian juga pada Tahun 2022 13 14 kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD sebesar 80,76% atau Rp. 2.848.247.250.824.- (Dua triliun delapan ratus empat puluh delapan milyar dua ratus empat puluh tujuh juta dua ratus lima puluh ribu delapan ratus dua puluh empat rupiah), meningkat jika dibandingkan dari Tahun 2017 sebesar 76,23 % atau Rp.2.134.010.519.503.- (dua triliun seratus tiga puluh empat milyar sepuluh juta lima ratus sembilan belas ribu lima ratus tiga rupiah).
“Untuk itu dengan mempertimbangkan beban yang harus dipikul oleh masyarakat membayar PKB ataupun BBNKB seminimal mungkin, namun penerimaan daerah yang bersumber dari PKB dan BBNKB tidak terlalu berkurang secara signifikan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mengusulkan tarif untuk PKB sebesar 0,994%, Tarif BBNKB sebesar 6,024%, sedangkan untuk tarif PAB sebesar 12%, tarif PBBKB sebesar 10%, tarif Pajak Rokok sebesar 10% dan tarif Opsen Pajak MBLB sebesar 25%,” katanya.
Disamping Peran Pajak tersebut Peran retribusi daerah terhadap pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat juga cukup penting, meski tidak sebanyak kontribusi realisasi pajak daerah pada Tahun 2022 sebesar Rp. 2.274.496.610.480.- (Dua triliun dua ratus tujuh puluh empat milyar empat ratus Sembilan puluh enam juta enam ratus sepuluh ribu empat ratus delapan puluh rupiah) atau 79,86 % dari jumlah PAD sebesar Rp.2.848.207.032.877.- (Dua triliun delapan ratus empat puluh delapan milyar dua ratus tujuh juta tiga puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh tujuh rupiah). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan retribusi daerah serta porsinya terhadap pendapatan daerah.
Fraksi Gerindra dalam penyampaian pendapatnya menuturkan, pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan, dan kemasyarakatan, sehingga keberadaan pajak dan retribusi daerah sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Selain itu, keberadaan pajak dan retribusi daerah dapat dijadikan sebagai instrumen dalam pengendalian inflasi di daerah, pemerataan pembangunan di setiap wilayah, serta peningkatan pelayanan publik,” kata juru bicara.
Selain itu, Fraksi Gerindra memohon terkait langkah-langkah rasional. “Kami mohon penjelasan dari Saudara Gubernur terkait langkah-langkah rasional, efektif dan efisien dalam kaitan dengan keberadaan Ranperda ini. Dan sejauhmana langkah rasionalisasi itu bisa memberikan daya ungkit terhadap PAD, yang pada gilirannya akan membuat PAD naik signifikan tanpa membebani wajib pajak,” jelasnya.
Fraksi PKS dalam pandangannya menyampaikan beberapa hal, diantaranya, pajak dan retribusi di daerah haruslah memuat unsur keseimbangan, pembayaran pajak dan retribusi oleh masyarakat hendaknya sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
“Juga perlunya ditambahkan pertimbangan yuridis dalam Ranperda tentang Pajak dan Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah sebagai acuan dalam membuat Rancangan Peraturan Daerah ini,” katanya.
Dalam hal melakukan pemunutan pajak terdapat prinsip-prinsip umum yang harus diperhatikan antara lain: Prinsip Kecukupan dan elastisitas, Prinsip Keadilan, Prinsip Kemanfaatan, Prinsip Kemampuan Administratif, dan Prinsip Distorsi terhadap perekonomian. Prinsip-Prinsip ini perlu dimasukan dalam rancangan pertauran daerah ini.
“Bahwa Fraksi PKS mengapresiasi pemerintah daerah terhitung 5 tahun terakhir bahwa porsi realisasi pajak daerah terhadap realisasi pendapatan asli daerah meningkat dari tahun ketahun. Meningkatnya pendapatan pajak daerah ini juga akan berakibat dengan meningkatnya peran pajak terhadap pembangunan dan pelayanan masyarakat,” tuturnya.
Fraksi Partai Golkar dalam kesmepatan itu menuturkan, Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diajukan oleh Sdr.Gubernur ke DPRD belum berpedoman kepada Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU No.1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
“Hal ini disebabkan karena memang Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU No.1 tahun 2022 belum keluar. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami mempertanyakan ketika Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini nantinya kita sahkan setelah itu keluar Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU No.1 tahun 2022 ,dimana seandainya Perda yang kita sahkan bersama tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah yang baru keluar tentu kita akan melakukan Revisi terhadap Perda yang kita sahkan bersama tersebut. Kalau hal ini terjadi tentu akan terjadi biaya tingi (un eficiency) karena kita akan melakukan pembahasan lagi untuk melakukan revisi. Untuk itu apakah tidak sebaiknya kita tunggu saja Peraturan Pemerintahnya keluar baru kita lakukan pembahasan Ranperda Pajak daerah dan Retribusi Daerah ini,” paparnya.
Fraksi PPP-Nasdem dalam sambutannya mengatakan, dengan terbitnya peraturan perundang-undangan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan rujukan utama materi Rancangan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan mandat kepada pemerintah daerah untuk mengubah Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku saat ini.
“Mengenai hal ini Fraksi PPP-NasDem berharap Ranperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat segera dilakukan pembahasannya dan dijadikan Perda dalam waktu sesegera mungkin,” jelasnya.
Fraksi PAN dalam pendapatnya memberikan beberapa pertimbangan, yakni di dalam UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada pasal 94 mengamanatkan bahwa โPemerindah Daerah perlu menyusun satu perda untuk semua pajak daerah dan retribusi daerah yang akan berlaku paling lambat tanggal 5 Januari 2024โ, kecuali untuk Pajak PKB, BBNKB, PAB dan PBBKB yang efektif berlaku pada tahun 2025.
“Ini tentu sesuatu yang sangat merisaukan kita, karena waktu yang tersisa dari sekarang tidak lebih dari 7 Bulan lagi, mulai dari proses pembahasan, kemendagri, harmonisasi, sosialisasi dan pelaksanaan dari ranperda ini. Cukup disayangkan draft Ranperda ini baru diserahkan ke DPRD untuk dibahas secara bersama, ini membuktikan bahwa Pemprov kurang serius mengelola pemerintahan terutama dalam menyusun prioritas pembangunan produk2 hukum daerah,” jelasnya.