KLIKPOSITIF – Rencana aksi mogok kerja yang disuarakan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang mulai dilakukan pada 29 Desember hingga 7 Januari 2022 menuai pertanyaan dari berbagai pihak.
Melalui surat tuntutan yang mereka layangkan ke Menteri BUMN Erick Thohir, para pekerja perusahaan pelat merah ini mendesak Menteri BUMN memecat Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Selain ke Menteri BUMN, FSPPB juga mengklaim telah melayangkan surat kepada manajemen Pertamina dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 20 Desember 2021 terkait rencana aksi mogok kerja tersebut.
Menyikapi hal tersebut, pengamat sosial, Fauzan Ismail justru mempertanyakan apa urgensinya sehingga FSPPB menilai Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati layak dipecat.
Terlebih, kinerja Nicke Widyawati selama ini dinilai masih baik bahkan namanya diakui sebagai salah satu daftar wanita paling berpengaruh versi Majalah Forbes.
“Yang jadi pertanyaan saya, apa urgensinya Dirut Pertamina harus dipecat? Sekarang itu dulu yang harus kita dudukkan. Apa ada kasus pelanggaran fatal yang dibuatnya sehingga Dirutnya harus dipecat?,” tanya Fauzan saat dimintai keterangan pada Senin (27/12) malam.
Pria yang dulunya pernah aktif di beberapa organisasi buruh ini juga menilai jika memang yang dituntut adalah masalah upah tentunya tidak terlalu rasional, karena selama ini, para pekerja di Pertamina rata-rata memiliki gaji puluhan juta, bahkan ada yang sampai 70 juta rupiah perbulan.
“Saya rasa agak janggal juga kalau misalnya yang dituntut itu masalah gaji, karena gaji mereka saya dengar ada yang sampai 70 juta. Jaman sekarang dimana bisa dapat gaji segitu kan? Apalagi kurangnya?,” pungkas pria yang menjabat sebagai Direktur Kolektif ini.
Meskipun kebebasan berekspresi dilindungi oleh konstitusi negara kita, Fauzan berharap agar aksi yang digelar ini memang didasari oleh tuntutan yang masuk akal dan murni untuk perjuangan, bukan untuk tujuan politis.
“Saya kira jangan sampailah tujuannya politis, saya dulu juga pernah kok aksi-aksi buruh seperti ini, tapi tuntutan kami dulu konkret untuk memperjuangkan UMP dan UMK yang layak untuk buruh, tak pernah kita nuntut pencopotan jabatan, karena rawan politis,” ungkap mantan aktivis mahasiswa yang juga pernah bergabung dalam aliansi buruh ini.
“Intinya, tetap jalankan demokrasi yang sehat, berpendapat sah-sah saja asal memang tujuannya murni untuk perjuangan, jangan sampai ada motif politis lah,” tutupnya.(*)