PADANG,KLIKPOSITIF- Berkunjung ke situs-situs sejarah terkadang terasa dingin saja. Banyak situs sejarah, termasuk di Sumbar tentu saja, dibiarkan terbengkalai dalam kemuraman berlarut-larut. Sering ia dilihat sebagai sebatas bangunan mati. Ia tidak hanya seperti terpisah dari sejarahnya yang panjang di mana ia pernah memainkan peran begitu penting, namun juga dari masyarakat masa kini.
“Cagar budaya bukan sekedar artefak, ia juga bisa jadi ruang aktivitas sosial-budaya,” terang Aidil Usman, salah satu anggota komunitas Indarung Heritage Society.
Saat ini Indarung Heritage Society tengah berupaya menghidupkan kembali bekas Pabrik Indarung I yang merupakan cikal bakal pabrik semen pertama di Asia Tenggara ini. Bukan dihidupkan sebagai pabrik semen, namun sebagai ruang perjumpaan sekaligus ruang berkembangnya ekonomi kreatif.
“Untuk mewujudkannya, kita punya sejumlah program. Sebagiannya sudah dijalankan, sebagian lainnya akan segera dijalankan, ” lanjut Aidil.
Sejak 2019, Indarung Heritage Society telah menggelar secara rutin workshop bertajuk Seni dan Pabrik. Seniman yang mengikuti workshop telah menghasilkan sejumlah karya yang berkaitan dengan pabrik. Rangkaian workshop tersebut digelar di bekas Pabrik Indarung I.
Saat ini Indarung Heritage Society tengah menapaki langkah selanjutnya, yaitu Indarung Market Art atau Pasar Seni Indarung. Kegiatan ini akan segera berlangsung, tepatnya pada 17-20 November 2022.
Selama tiga hari itu, bekas Pabrik Indarung I akan dipenuhi beragam aktivitas sosial dan budaya.
“Tujuh komunitas yang bergerak di bidang kebudayaan yang ada di Sumbar, akan berkumpul di sini,” tambahnya. Mereka bisa berkolaborasi dengan para seniman yang sebelumnya telah mengikuti workshop Seni dan Pabrik.
Lebih jauh, Aidil menggarisbawahi bahwa “berbeda dengan festival lainnya, seni yang dihasilkan bukan ‘barang jadi’. Artis yang diundang akan menemukan, mengolah dan mempresentasikan karyanya bermula dan berakhir di pabrik.”
Menjaga Memori Bersama
Masih menurut Aidil, diaktifkannya Pabrik Indarung I sebagai ruang berkebudayaan, akan membuat memori bersama tentang pabrik tersebut menjadi terjaga. Tidak hanya memori yang berkaitan dengan masa lalu, namun juga eksistensi pabrik itu di masa saat ini.
Dengan kembali bergeliatnya bekas pabrik itu dengan segala macam aktifitas, eksistensinya akan hadir kembali ke dalam ingatan publik dengan wajah yang lebih hidup dan segar. Diakuinya bekas Pabrik I Indarung sebagai World Heritage, juga akan semakin mudah.
Namun sekelompok orang saja tidak akan bisa mewujudkannya.
“Ini semua butuh kerjasama,” lanjut Aidil. Menurutnya, kerjasama antara komunitas dan pelaku budaya di Sumbar sangat dibutuhkan. Termasuk dukungan dari komunitas di luar Sumbar.
Aktivis budaya, Rieke Diah Pitaloka, adalah salah satu sosok yang ikut turun tangan bekerjasama. Lewat Pitakola Foundation, Rieke tidak saja memberi dukungan materil namun juga moril.
Di pembukaan Pasar Seni Indarung nanti, Rieke akan membacakan orasi kebudayaan. Orasi ini tentu berisi gagasannya tentang kebudayaan setelah sekian lama bergelut di dunia tersebut.
Semua kegiatan tersebut akhirnya diharapkan bermuara pada terbentuknya ruang kebudayaan yang punya sustainability.
“Tentu saja kita berharap ruang ini bisa terus hidup, secara lebih mandiri, dan berkelanjutan. Ini adalah salah satu tujuan utama program-program kita”, pungkasnya.