Solok, Klikpositif – Di tangan kreatif, barang-barang biasa bisa menjadi luar biasa. Bahkan, limbah sekalipun bisa menjadi produk yang bernilai ekonomi. Seperti yang dilakukan sasaran Silek Al Huda di Nagari Cupak, Kabupaten Solok yang mengolah pipa paralon menjadi kerajinan lampu hias.
Meski pun tersebut terbilang baru, produk lampu hias karya anak-anak muda pegiat tradisi silat Minang itu sudah merambah ke berbagai daerah di Sumatra Barat. Produk lampu hias cukup diminati pengusaha kafe hingga perorangan. Bagaimana kisahnya ?
Sore itu, sejumlah anak muda tampak sibuk di sebuah ruangan bekas gudang penggilingan beras. Persis di belakang masji Al Huda. Ada yang tengah memotong pipa menggunakan gergaji, sementara yang lainnya melukis pola menggunakan spidol.
Di sebuah rak kayu ruangan berlantai dua itu, tampak berjejer puluhan lampu hias yang sudah jadi. Motifnya beragam, mulai dari rumah gadang khas Minang, abstrak hingga kaligrafi Arab. Lampu-lampu hias itu karya kreatif anggota sasaran silek Al Huda, binaan Limbago Budi Cupak.
“Alhamdulillah, itu pesanan salah seorang pemilik kafe minuman di Kota Solok. Yang sedang dikerjakan ini pesanan untuk ke Solok Selatan,” kata Dafitra Alberta, inisiator usaha lampu hias dari paralon itu saat ditemui Klikpositif di rumah kreatif sasaran Silek Al Huda, Kamis (14/7/2022).
Berawal dari Pipa Paralon Bekas
Ide membuat lampu hias dari paralon bekas itu bermula saat Dafit bersama masyarakat setempat melakukan goro penggantian pipa air bersih. Pipa bekas tersebut hanya terbuang begitu saja lantaran ada sebagian yang pecah.
Berbekal pengetahuan dari youtube, Dafit kemudian mengumpulkan paralon bekas tersebut. Menggunakan alat seadanya, pipa paralon itu kemudian disulap menjadi lampu hias dan ternyata hasilnya bagus.
Dafit kemudian memposting karyanya tersebut di media sosial pribadinya, tak disangka banyak yang tertarik. Sejak saat itu, ia kemudian mengajak dan mengajarkan anggota sasaran silek Al Huda untuk membuat lampu hias.
“Jadi, di sini, mereka tidak hanya belajar seni beladiri silek, namun juga belajar untuk produktif. Setidaknya bisa menghasilkan uang untuk belanja, dan sebagian untuk kas sasaran silek,” terang Dafit.
Dengan dukungan dari tuo Silek Limbago Budi, Dafit bersama anggota menseriusi usaha tersebut. Ia kemudian membeli gerinda mini ukiran agar pengerjaan lebih cepat. Sementara itu, untuk memenuhi bahan baku, ia akhirnya membeli pipa di toko bangunan karena stok pipa bekas tidak mencukupi.
Dari satu batang pipa bekas berdiameter 2 inci, didapatkan 19 buah lampu hias. Untuk proses pembuatannya juga terbilang mudah. Awalnya pipa dipotong dengan panjang 20 Cm. Kemudian menggambar pola, dan dibentuk menggunakan gerinda mini. Selanjutnya, tinggal amplas dan pengecatan.
“Pengerjaannya sederhana, dalam satu hari bisa selesai sekitar 20-30 lampu hias. Tergantung dari tingkat kesulitan dari pola atau motif yang dibuat. Konsumen juga bisa memesan motif sesuai dengan keinginan,” terangnya.
Untuk satu lampu hias, dijual dengan harga Rp75-100 ribu. Tergantung jenis dan kerumitan. Lampu hias gantung lebih murah dibanding lampu hias tempel lantaran ada penambahan bahan lainnya.
Setidaknya, dari krekeativitas itu, kelompok anak muda ini bisa mendapatkan penghasilan. Uang hasil penjualan lampu hias dimanfaatkan untuk menghidupkan sasaran silek, hingga untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
“Dengan adanya peluang penghasilan, anak-anak bisa lebih betah untuk belajar seni beladiri silek. Jadi tidak lagi harus memikirkan uang untuk jejan sekolah maupun kebutuhan biaya sekolah,” paparnya.
Selain usaha pembuatan lampu hias, anggota sasaran silek juga memanfaatkan botol minuman air kemasan untuk mejadi luka belut. Setiap sore, anak-anak ini memasang lukah di sawah. Hasilnya juga cukup lumayan.
Sasaran Silek Harus Mandiri Secara Ekonomi
Selain itu, sasaran juga membuat usaha budidaya ikan lele. Memanfaatkan kolam milik Dafit, saat ini ada beberapa kolam yang sudah berisi bibit ikan.
Tuo Silek Limbago Budi, Hendra Ferizal Dt. Intan Sati menyebutkan, di Perguruan Silek Limbago Budi, anak-anak tidak hanya belajar budi pekerti dengan berlatih beladiri. Namun juga kreativitas untuk bisa mandiri secara ekonomi.
“Kalau melestarikan seni tradisi itu tidak ada penghasilannya, hanya panggilan jiwa. Dengan adanya usaha ini, bisa menjadi motivasi bagi generasi muda untuk melestarikan tradisi sekaligus belajar hidup mandiri,” paparnya.
Ia mendorong sasaran-sasaran silek untuk memiliki usaha dalam menopang ekonomi pengurus dan murid. Setidaknya, selain bisa membantu kebutuhan untuk latihan di sasaran, juga bisa menjadi tambahan penghasilan.
“InsyaAllah kita akan terus kembangkan usaha-usaha kreatif untuk menghidupkan sasaran silek dan juga memberdayakan ekonomi anggota. Tentu ini menjadi bekal penting bagi generasi muda minang ke depannya,” tutup pria yang akrab disapa Rizal Cardov tersebut.
Perguruan silek Limbago Budi Cupak sendiri sudah memiliki ratusan murid di berbagai daerah. Saat ini ada beberapa sasaran (tempat latihan) yang aktif mendidik generasi muda Minang yang ingin belajar seni beladiri tradisi tersebut, salah satunya sasaran Al Huda di Balai Pandan Cupak.