PADANG, KLIKPOSITIF- Tujuh daerah di Sumbar mengalami kenaikan angka stunting, lima diantaranya adalah daerah penghasil sawit.
“Ini menurut penelitian dari Unand ada kecenderungan daerah yang kaya sawit kekurangan keberagaman pangan,” ungkap Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy saat Koordinasi Forum Percepatan Penurunan Angka Stunting di Sumbar dan BKKBN Sumbar, Selasa (11/4).
Audy menyampaikan, secara total angka stunting di 12 kabupaten kota sudah mengalami penurunan namun tujuh diantaranya juga mengalami kenaikan yang kecil-kecil.
“Lima diantaranya itu berasal dari daerah yang kaya akan sawit seperti Dharmasraya, kabupaten Agam, Pasaman barat, Pesisir Selatan dan Solok Selatan,” ulasnya.
Audy menyebutkan pada kawasan penghasil sawit terdapat kecenderungan tidak mendapatkan keberagaman pangan karena daerahnya tidak ada kolam ikan, kebun menanam sayur dan akses menuju ke pasar juga cukup jauh.
Hal itulah yang menyebabkan anak-anak dan ibu hamil serta warga lainnya tidak mengkonsumsi pangan secara beragam karena makanan yang sering dikonsumsi kebanyakan adalah nasi dan mie instan.
Untuk itu, Wagub menghimbau agar para pemilik perusahaan sawit supaya mengarahkan dana CSR nya kepada ketahanan pangan bukan hanya untuk akses jalan dan sebagainya.
Tidak hanya itu, Wagub juga meminta pemerintah daerah agar melakukan intervensi-intervensi pada pihak-pihak terkait agar memberikan dukungan dan perhatian terhadap ketahanan pangan masyarakat di kawasan sawit.
“Intervensi kabupaten kota sangat dibutuhkan. Pemda bisa mengajak duduk bersama para pemilik perusahaan sawit dan memberikan pengertian, intervensi tertentu untuk mengarahkan bantuan pangan pada warga di kawasan sawit,” kata Wagub.
Untuk itu, kita himbau yang punya perusahaan CSR nya agar diarahkan ke arah pangan, hewan nabati dan memperhatikan juga ke bahan pangan jadi jangan hanya jalan
Dalam pertemuan kali ini Wagub mengatakan semua pihak yang ada sudah berkomitmen bersama, kolaborasi bersama untuk menurunkan angka stunting. Semua sektor sudah bergerak, semua elemen bergerak pemerintah provinsi pusat dan daerah serta peran media dalam memberitakan.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar Fatmawati mengatakan angka prevalensi stunting di Sumbar mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2021 di angka 23,3 persen menjadi 25,2 persen.
Hal ini tentunya menjadi catatan dan sekaligus evaluasi bersama, sehingga forum ini dapat menjadi forum mendiskusikan, berdialog yang nantinya diharapkan dapat ditemukan strategi yang tepat untuk menurunkan angka prevalensi tersebut.
“Kami menyadari bahwasanya kita bersama telah bersungguh-sungguh, turun langsung ke lapangan, melakukan berbagai macam intervensi dalam upaya penurunan stunting pada waktu yang telah berlalu,” katanya.
Seperti yang telah digalakkan program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), BKKBN secara cukup intens mengajak bersama-sama berbagai institusi untuk dilakukannya pertemuan, termasuk melakukan kegiatan yang secara parsial, seperti Audit Kasus Stunting (AKS) pada tahun 2022 yang lalu yang melibatkan lintas sektoral.
Percepatan Penurunan Stunting semestinya dilakukan secara bersama, konvergensi, lintas sektor, bahkan dapat dilakukan dengan pendekatan penta helix, yaitu selain dari pemerintah, juga adanya keterlibatan para akademisi, badan atau pelaku usaha, komunitas atau masyarakat secara luas, dan awak media.
Untuk itu, dengan semangat kebersamaan yang dikenal dengan “gotong royong”. Apalagi kita di ranah Minang ini sangat kaya dengan nilai-nilai, seperti petatah-petitih, mamang, pituah. Misalkan saja, ‘barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang”. Gotong royong dan kemitraan dalam upaya memaksimalkan pendampingan keluarga beresiko ini juga mesti didukung di tempat-tempat fasilitas kesehatan yang ada, seperti rumah sakit atau puskesmas atau posyandu secara aktif dan partisipatif.
Dengan harapan, melalui komitmen bersama untuk membantu masyarakat agar terhindar dari resiko stunting, menyukseskan Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana. Terkhususnya juga terjaminnya layanan dalam ber-KB, karena variabel menggunakan alat kotrasepsi terbut memiliki kolerasi yang kuat terhadap beresiko atau tidaknya terhadap stunting.