PADANG, KLIKPOSITIF — Jaringan Advokasi Peduli AIDS (JAPA) Sumatera Barat (Sumbar) menggelar audensi dengan sejumlah stakeholder. Stakeholder tersebut terutama dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Padang, Sumbar serta dengan Banggar DPRD Padang dan DPRD Sumbar.
Perwakilan JAPA Sumbar Eva Herawati Damanik mengatakan, tujuan kegiatan ini diantaranya untuk memberikan gambaran aktivitas dan program kerja yang sudah dilakukan oleh JAPA Sumbar kepada peserta.
Kemudian, mendorong lahirnya komitmen organisasi pemerintah sebagai lembaga yang strategis turut berperan dalam penanggulangan HIV-AIDS.
“Selanjutnya, brainstorming situasi terkini dan informasi yang benar tentang fakta penanggulangan HIV dan AIDS untuk menepis informasi-informasi yang salah saat ini berkembang di masyarakat,” katanya di Tana Hotel Padang, Kamis (25/5/2023).
Eva Herawati melanjutkan, ada beberapa hasil yang diharapkan JAPA Sumbar dalam kegiatan ini.
“Kita harapkan peserta mendapat gambaran aktivitas dan program kerja yang sudah dilakukan oleh JAPA Sumbar dan munculnya komitmen organisasi pemerintah sebagai lembaga yang strategis turut berperan dalam penanggulangan HIV-AIDS melalui program kerja yang ada di instansinya,” ujarnya.
“Peserta mendapatkan informasi faktual tentang penanggulangan HIV dan AIDS untuk menepis informasi-informasi yang salah saat ini berkembang dimasyarakat,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Eva Herawati menjelaskan, Human Imunnodefiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan masalah kesehatan global baik di negara maju maupun negara berkembang. HIV disebabkan oleh human papiloma virus (HPV) yang masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya.
Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS (Kumalasari dan Andhyantoro, 2014). Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. Antibodi virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3 hingga 6 bulan sesudahinfeksi.
Saat ini penularan HIV AIDS di Indonesia bukan hanya terjadi pada lingkup pekerja seksual dan pengguna narkoba saja. Namun, kini masuk ke dalam masyarakat umum termasuk remaja.
Kota Padang dengan 2.292 kasus memiliki angka pengidap HIV AIDS paling banyak di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 1993 – 2022, disusul Kota Bukittinggi dan Kota Pariaman. Presentase orang dengan HIV (ODHIV) di kota Padang laki-laki 84% dan perempuan 16% dengan rentang usia terbanyak adalah umur 25-49 tahun (76%) dan umur 20-24 tahun (13%).
HIV AIDS tentunya menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang paling mendesak yang dihadapi saat ini. Meskipun mempengaruhi semua sektor sosial populasi, epidemi di kalangan orang muda tumbuh paling cepat sebagian karena kerentanan orang muda dan karena rendahnya penggunaan layanan pencegahan.
Meskipun demikian, orang muda juga dipandang sebagai ‘jendela harapan’ karena mereka memiliki potensi besar untuk perubahan sikap dan perilaku yang positif.
Berfokus pada orang muda kemungkinan langkah pendekatan yang paling efektif untuk dilakukan saat ini. Sehingga, dibutuhkan edukasi sebaik mungkin mengenai kesehatan reproduksi dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku positif orang muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi serta menjauhkannya dari hal-hal negatif yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksinya.
Namun nyatanya, perbincangan mengenai topik reproduksi masih dianggap tabu di Indonesia termasuk di Sumatera Barat. Remaja dianggap masih belum cukup umur untuk memahaminya.
“Hal ini menimbulkan kebingungan bagi remaja sehingga tak tahu apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi,” kata dia.
Karena jarang dibicarakan, remaja juga menjadi kurang peka dan abai terhadap keadaan fisiknya yang telah berubah dan membutuhkan perhatian khusus dalam perawatannya. Ketidakpahaman ini dapat membuat remaja menjadi tersesat terbawa pengaruh negatif teman sebaya yang membuatnya rentan terhadap perilaku seksual yang berisiko terhadap kesehatan reproduksinya.
Pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi menjadi bekal remaja dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab. Namun, tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup benar tentang kesehatan reproduksi.
Perubahan pada remaja akan berpengaruh terhadap perilaku remaja terutama perilaku tentang seksual. Pengetahuan seksual yang benar dapat mengarahkan seseorang ke arah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab.
“Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi sangat penting dilakukan sedini mungkin oleh keluarga sebelum remaja memulai interaksi mereka dengan dunia di luar keluarga,” pungkasnya.