PADANG, KLIKPOSITIF — Sumatera Barat termasuk provinsi yang tertinggal dibandingkan provinsi lain dalam hal investasi dan pembangunan. Penyebabnya adalah karena rata-rata tanah yang ada di Sumatra Barat adalah tanah ulayat yang dikuasai oleh niniak mamak dan diperuntukkan untuk kaum, adat, suku dan nagari. Sehingga setiap ada investor yang ingin masuk, selalu mengalami hambatan dan proses yang berlarut-larut.
Ketua Harian Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Amril Amin, mengakui fakta tersebut. Amril menyebut saat investor susah masuk, yang disalahkan adalah pemerintah. Padahal menurut Amril, kesalahan juga berada di tataran niniak mamak.
“Ini kadang-kadang kita tidak menyalahkan satu pihak. Pemerintah kadang-kadang sudah membuat perjanjian dengan investor, tapi belum duduk dengan pemilik ulayat. Ketika pemilik ulayat atau niniak mamak sudah diajak bermusyawarah, sosialisasi dari niniak mamak ke masyarakat juga tidak komunikatif kepada kaumnya sehingga kemudian keributan terjadi di masyarakat,” kata Amril, saat Focus Group Discussion (FGD) bertema Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sumatra Barat yang diadakan Forum Wartawan Peduli Panas Bumi di Hotel Pangeran Beach, Padang, Kamis (30/11/2023).
Amril kemudian menggambarkan persoalan lain yang juga membuat investor kesulitan masuk ke Sumbar. Misalkan ada dua orang niniak mamak yang menguasai tanah di kaki pegunungan. Tanah tersebut bila digunakan untuk ladang, tidak membuahkan hasil karena dijarah oleh binatang liar. Sehingga tanah tersebut dibiarkan begitu saja karena dianggap tidak produktif.
Lalu kedua niniak mamak tersebut berinisiatif untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada pihak swasta dengan mekanisme bagi hasil. Tapi ketika sudah menjadi HGU dan dikelola oleh swasta, terjadi konflik antara kedua niniak mamak tersebut karena pembagian tidak rata.. Yang ujung-ujungnya eksplorasi yang dilakukan pihak swasta terhambat.
“Kerap terjadi perpecahan karena masalah bagi-bagi hasil. Saling tidak percaya antara kedua niniak mamak ini tadi,” ucap Amril.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Harif Amali Rivai, menilai perlunya pemahaman yang sama antara pemerintah, niniak mamak dan juga masyarakat tentang dampak positif masuknya investor ke Sumatra Barat.
Ia menilai sinergi dan gotong royong akan dapat mengurai persoalan sehingga investor tidak takut lagi menanamkan modalnya di Sumbar.
Ia menyarankan kepada pemerintah, sebelum membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan investor untuk memberikan HGU, terlebih dahulu menyelesaikan persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat dengan melibatkan niniak mamak. Sehingga ketika investor mulai melakukan aktivitas eksploitasi Sumber Daya Alam, tidak ada lagi persoalan.
“Kadang ongkos untuk menyelesaikan persoalan sosial itu sangat mahal dan proses yang panjang. Sehingga investor takut rugi,” ujar Harif.
FGD bertema Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sumatra Barat yang diadakan Forum Wartawan Peduli Panas Bumi ini dihadiri oleh niniak mamak dan penghulu dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) di seluruh kabupaten kota di Sumbar, niniak mamak dari LKAAM dan juga sejumlah jurnalis di Padang.